Pernah nonton My Stupid Boss? Bagaimana jika pimpinan kita sama seperti dalam film tersebut? Susah bukan menghadapinya?
Di masa kecil, ada permainan anak-anak ‘ayo mengekor’ dan ternyata beberapa tahun kemudian juga kebanyakan orang masih terus melakukan permainan seperti itu dalam dunia perusahaan maupun politik.
Dikutip dari tulisan lawas fastcompany.com, kebiasaan untuk mengekor itu boleh-boleh saja asalkan sang pemimpin juga mengerti dengan kepentingan kita. Namun bagaimana kalau bukan seperti itu? Bisakah kita melepaskan diri dari cengkeraman pemimpin yang buruk?
Pemimpin buruk itu ada di mana-mana. Mereka memanfaatkan kelemahan psikologis kita dan memanipulasi kita untuk berbagai keuntungan mereka.
Menandai ciri seorang pemimpin yang buruk itu memang mudah, kata Jean Lipman-Blumen, seorang penulis buku The Allure of Toxic Leaders terbitan Oxford University Press (2004). Seseorang yang memiliki karisma yang buruk, mempunyai karakter lemah, haus pujian dan selalu memandang tinggi diri sendiri.
Tetapi, justru cara untuk menghadapi orang-orang seperti itulah yang tidaklah mudah. Penulis itu membeberkan sejumlah kiatnya untuk mengatasinya seperti berikut:
Sherron Watkins, pembocor (whisteblower) dari skandal Enron beberapa tahun lalu, telah memberikan contoh tentang apa yang tidak boleh dilakukan di dalam lingkungan yang buruk.
Seorang pemimpin yang buruk itu kemungkinan besar menangani sebagian besar di suatu organisasi. Kalau dihadapi sendirian memang akan terlihat hebat, tetapi bersiaplah menghadapi hal buruk pemecatan profesi.
Penulis itu memperingatkan, “Kalau kamu mencoba bersuara tanpa dukungan orang lain di dalam organisasi seringkali kamu malah akan didepak.”
Mintalah agar atasan taat kepada suatu standar tanggungjawab dengan mengetahui tentang siapa yang diajak bicara pada suatu keputusan, kegunaan pembuatan keputusan, dan apakah atasan juga bisa mengaku salah.
Tidak ada seorangpun yang bisa sempurna, dan bila ada atasan yang tidak mengakui itu, maka ia adalah seseorang yang tidak jujur.
Seperti dituliskan oleh Lipman-Blumen, “Para pemimpin yang tidak bisa berhadapan dengan kesalahan mereka sendiri kemungkinan, itu bukan pemimpin yang bisa kita percayakan dengan keputusan-keputusan yang berdampak untuk hidup kita.”
Ketika kita berhadapan dengan atasan yang buruk, maka pastikanlah kita tidak ikut-ikut menjadi pegawai yang juga malah jadi buruk.
Kelompok bawahan yang membenci pemimpin yang buruk atau egois dan lainnya, seringkali mendorong para pemimpin mereka agar membuat keputusan-keputusan sembrono dan tidak sehat, dan akhirnya keseluruhan organisasi malah teracuni.
Seseorang juga bisa terhindar dari ikut serta menambah kekacauan, adalah dengan cara membatasi diri pada kepentingan masa depan kelompok dan bukan sekadar sebagai jalan pintas.
Di masa kecil, ada permainan anak-anak ‘ayo mengekor’ dan ternyata beberapa tahun kemudian juga kebanyakan orang masih terus melakukan permainan seperti itu dalam dunia perusahaan maupun politik.
Dikutip dari tulisan lawas fastcompany.com, kebiasaan untuk mengekor itu boleh-boleh saja asalkan sang pemimpin juga mengerti dengan kepentingan kita. Namun bagaimana kalau bukan seperti itu? Bisakah kita melepaskan diri dari cengkeraman pemimpin yang buruk?
Pemimpin buruk itu ada di mana-mana. Mereka memanfaatkan kelemahan psikologis kita dan memanipulasi kita untuk berbagai keuntungan mereka.
Menandai ciri seorang pemimpin yang buruk itu memang mudah, kata Jean Lipman-Blumen, seorang penulis buku The Allure of Toxic Leaders terbitan Oxford University Press (2004). Seseorang yang memiliki karisma yang buruk, mempunyai karakter lemah, haus pujian dan selalu memandang tinggi diri sendiri.
Tetapi, justru cara untuk menghadapi orang-orang seperti itulah yang tidaklah mudah. Penulis itu membeberkan sejumlah kiatnya untuk mengatasinya seperti berikut:
Jangan sendirian
Sherron Watkins, pembocor (whisteblower) dari skandal Enron beberapa tahun lalu, telah memberikan contoh tentang apa yang tidak boleh dilakukan di dalam lingkungan yang buruk.
Seorang pemimpin yang buruk itu kemungkinan besar menangani sebagian besar di suatu organisasi. Kalau dihadapi sendirian memang akan terlihat hebat, tetapi bersiaplah menghadapi hal buruk pemecatan profesi.
Penulis itu memperingatkan, “Kalau kamu mencoba bersuara tanpa dukungan orang lain di dalam organisasi seringkali kamu malah akan didepak.”
Tuntut pertanggungjawaban
Mintalah agar atasan taat kepada suatu standar tanggungjawab dengan mengetahui tentang siapa yang diajak bicara pada suatu keputusan, kegunaan pembuatan keputusan, dan apakah atasan juga bisa mengaku salah.
Tidak ada seorangpun yang bisa sempurna, dan bila ada atasan yang tidak mengakui itu, maka ia adalah seseorang yang tidak jujur.
Seperti dituliskan oleh Lipman-Blumen, “Para pemimpin yang tidak bisa berhadapan dengan kesalahan mereka sendiri kemungkinan, itu bukan pemimpin yang bisa kita percayakan dengan keputusan-keputusan yang berdampak untuk hidup kita.”
Kendalikan diri
Ketika kita berhadapan dengan atasan yang buruk, maka pastikanlah kita tidak ikut-ikut menjadi pegawai yang juga malah jadi buruk.
Kelompok bawahan yang membenci pemimpin yang buruk atau egois dan lainnya, seringkali mendorong para pemimpin mereka agar membuat keputusan-keputusan sembrono dan tidak sehat, dan akhirnya keseluruhan organisasi malah teracuni.
Seseorang juga bisa terhindar dari ikut serta menambah kekacauan, adalah dengan cara membatasi diri pada kepentingan masa depan kelompok dan bukan sekadar sebagai jalan pintas.
Comments
Post a Comment