Skip to main content

Apa itu Safar?


Kata sufru adalah suatu bentuk jamak dari safir, sedangkan musafirun adalah bentuk kata jamak dari kata musafir. Kedua mempunyai arti yang sama. Seseorang yang melakukan perjalanan atau bepergian dinamakan musafir karena ciri musafir itu bisa dikenal wajahnya oleh banyak orang; bepergian akan mengenal hal baru dan tempat-tempat yang belum musafir ketahui, jati diri yang sebenarnya dalam seseorang bisa dikenal orang dan menyebabkan dia keluar melalui tempat yang tidak berpenghuni.

Pergi atau bepergian dinamakan safar, sifat-sifat yang tersembunyi dalam diri seseorang akan muncul ketika melakukan safar.

Dapat disimpulkan, bahwa safar adalah menempuh perjalanan. Kegiatan bepergian melakukan perjalanan ini dinamakan dengan safar karena dengan bepergian itu, akhlak seseorang akan bisa diketahui. Ada sebuah ungkapan terkenal dari orang-orang Arab: “Safarat al mar’atu ‘an wajhiha”,  artinya adalah seorang wanita tersebut menampakkan mukanya.

Jadi, safar itu adalah suatu kegiatan keluar bepergian meninggalkan kampung halaman mempunyai maksud untuk menuju suatu tempat yang jarak antara kampung halamannya dengan tempat yang dituju tersebut membuat bolehkan orang yang bepergian untuk mengqashar shalat.

Ibnu Qudamah Al-Maqdisi berkata,"Disebut as-safaru–safran karena membuka perihal akhlak seseorang. Pada umumnya, seseorang yang tinggal di daerah asalnya tidak menampakkan kejelekan akhlaknya karena ia terbiasa dengan apa yang sesuai dengan tabiatnya yang biasa ia hadapi. Jika ia melakukan safar, maka tidak tidak biasa lagi dengan keadaan dan kebiasaannya. Ia akan diuji dengan kesusahan safar yang berat dan tersingkaplah kejelekan dan diketahui aib-aibnya

Barangsiapa yang ketika bersafar mengalami kesusahan dan keletihan ia tetap berakhlak yang baik, maka ketika tidak bersafar ia akan beraklak lebh baik lagi. Sehingga dikatakan, jika seseorang dipuji muamalahnya ketika tidak bersafar dan dipuji muamalahnya oleh para teman safarnya,maka janganlah engkau meragukan kebaikannya"

Dalam suatu riwayat mengenai Umar bin Khattab ra,

Adalah Umar bin Al-Khatthab ra ketika ada seseorang yang merekomendasikan temannya, beliau bertanya, "Apakah engkau pernah melakukan safar bersamanya? Apakah engkau telah bergaul dengannya?" jika jawabannya "Ya." maka Umar pun menerimanya. Jika jawabannya "Belum pernah", maka Umar  akan mengatakan, "Engkau belum mengetahui hakikat senyatanya tentang orang itu."

Demikianlah kita akan mampu mengetahui akhlak hakiki dari para sahabat kita saat berada di safar. Lalu dengan modal pengetahuan itu, kita mampu bergaul dengan baik dan benar bersamanya.

Dan dengan pengetahuan itu kita mampu meminta nasihat darinya ataupun menasihati dirinya, mampu saling memahami dan saling mengerti, untuk mencapai tujuan besar

Cintai mereka sebab Allah, bersahabatlah karena Allah, karena bisa jadi kelak di akhirat, saat kita sudah di pinggir jurang neraka,  tangan-tangan mereka yang menyelamatkan kita

Kajian dari @Felixsiauw

Comments

Popular posts from this blog

Tata Penulisan (Lettering) Pada Peta

Seperti apasih Tata Penulisan (Lettering) yang benar dalam peta itu? Pada peta juga terdapat aturan-aturan dalam cara penulisan pada suatu objek-objek geografi. Setidak-tidaknya disini Terdapat empat aturan penulisan dalam peta yang harus kita patuhi, lihatlah pada (Gambar 1.12). Dibawah ini adalah beberapa aturan atau tanda untuk penulisan nama - nama suatu objek dalam peta 1) pada nama-nama ibu kota, negara, benua, dan pegunungan itu haruslah ditulis dengan menggunakan huruf kapital tegak. 2) untuk nama-nama samudra, nama teluk yang luas, laut, dan nama selat yang luas, maka harus ditulis dengan menggunakan huruf kapital miring. 3) untuk nama-nama kota kecil dan gunung haruslah ditulis dengan menggunakan huruf kecil tegak. Pada awal nama kota dan gunung ditulis dengan huruf besar. 4) sedangkan untuk nama-nama perairan seperti sungai, danau, selat yang sempit, dan nama teluk yang sempit juga haruslah ditulis dengan huruf kecil miring. Itulah beberapa aturan penamaa...

Apa itu Teknik Bivalve dan A Cire Perdue?

Bivalve Teknik Bivalve dan A Cire Perdue adalah teknik pencetakan atau pembuatan benda - benda dari logam maupun perunggu. Teknik ini sudah digunakan sejak zaman kebudayaan perunggu. Cara bivalve, adalah teknik yang dilakukan dengan cara menggunakan cetakan batu, yang terdiri atas dua buah bagian dimana diikat menjadi satu. Pada lelehan logam lalu dituangkan, dan kenudian tunggu hingga membeku. Setelah membeku, maka cetakan tersebut bisa dibuka. Kelebihannya adalah alat ini dapat digunakan hingga beberapa kali. Cara a cire perdue atau cara tuangan lilin, adalah teknik membuat model suatu benda dari lilin yang kemudian dibungkus menggunakan tanah liat dan pada bagian atasnya diberi sebuah lubang, kemudian dibakar sehingga membuat lapisan lilin di dalamnya akan meleleh dan keluar melalui lubang. Dari bagian lubang itu juga dituangkan dengan lelehan logam sampai penuh. Setelah logam lelehan membeku, kemudian model dari tanah liat dipecahkan dan hasil cetakan dari logam b...

Ciri - Ciri Tari Primitif

Berikut ini adalah ciri - ciri lengkap tari Primitif di Indonesia. Tari primitif adalah tari yang berkembang di daerah yang saat itu menganut kepercayaan animisme, dan dinamisme. Tari ini merupakan tari yang ditujukan untuk memuja roh para leluhur dan estetika seni. Tari primitif biasanya adalah wujud dan kehendak berupa pernyataan maksud dari permohonan tarian tersebut dilaksanakan. Ciri tari yang ada pada zaman primitif adalah adanya kesederhanaan pada kostum atau pakaian, gerak dan iringan. Tujuan utama dari tarian primitif ini adalah untuk mewujudkan suatu kehendak tertentu, sehingga ekspresi yang dilakukan itu berhubungan dengan permintaan yang diinginkan kepada leluhur. Ciri-ciri tari primitif antara lain adalah:  gerak dan iringannya sangatlah sederhana, yaitu berupa hentakan kaki, tepukan tangan / simbol suara ataupun gerak-gerak saja yang dilakukan tanpa iringan alat musik. • Gerakan dilakukan untuk tujuan tertentu misalnya adalah untuk menirukan gerak binatang k...