Kata sufru adalah suatu bentuk jamak dari safir, sedangkan musafirun adalah bentuk kata jamak dari kata musafir. Kedua mempunyai arti yang sama. Seseorang yang melakukan perjalanan atau bepergian dinamakan musafir karena ciri musafir itu bisa dikenal wajahnya oleh banyak orang; bepergian akan mengenal hal baru dan tempat-tempat yang belum musafir ketahui, jati diri yang sebenarnya dalam seseorang bisa dikenal orang dan menyebabkan dia keluar melalui tempat yang tidak berpenghuni.
Pergi atau bepergian dinamakan safar, sifat-sifat yang tersembunyi dalam diri seseorang akan muncul ketika melakukan safar.
Dapat disimpulkan, bahwa safar adalah menempuh perjalanan. Kegiatan bepergian melakukan perjalanan ini dinamakan dengan safar karena dengan bepergian itu, akhlak seseorang akan bisa diketahui. Ada sebuah ungkapan terkenal dari orang-orang Arab: “Safarat al mar’atu ‘an wajhiha”, artinya adalah seorang wanita tersebut menampakkan mukanya.
Jadi, safar itu adalah suatu kegiatan keluar bepergian meninggalkan kampung halaman mempunyai maksud untuk menuju suatu tempat yang jarak antara kampung halamannya dengan tempat yang dituju tersebut membuat bolehkan orang yang bepergian untuk mengqashar shalat.
Ibnu Qudamah Al-Maqdisi berkata,"Disebut as-safaru–safran karena membuka perihal akhlak seseorang. Pada umumnya, seseorang yang tinggal di daerah asalnya tidak menampakkan kejelekan akhlaknya karena ia terbiasa dengan apa yang sesuai dengan tabiatnya yang biasa ia hadapi. Jika ia melakukan safar, maka tidak tidak biasa lagi dengan keadaan dan kebiasaannya. Ia akan diuji dengan kesusahan safar yang berat dan tersingkaplah kejelekan dan diketahui aib-aibnya
Barangsiapa yang ketika bersafar mengalami kesusahan dan keletihan ia tetap berakhlak yang baik, maka ketika tidak bersafar ia akan beraklak lebh baik lagi. Sehingga dikatakan, jika seseorang dipuji muamalahnya ketika tidak bersafar dan dipuji muamalahnya oleh para teman safarnya,maka janganlah engkau meragukan kebaikannya"
Dalam suatu riwayat mengenai Umar bin Khattab ra,
Adalah Umar bin Al-Khatthab ra ketika ada seseorang yang merekomendasikan temannya, beliau bertanya, "Apakah engkau pernah melakukan safar bersamanya? Apakah engkau telah bergaul dengannya?" jika jawabannya "Ya." maka Umar pun menerimanya. Jika jawabannya "Belum pernah", maka Umar akan mengatakan, "Engkau belum mengetahui hakikat senyatanya tentang orang itu."
Demikianlah kita akan mampu mengetahui akhlak hakiki dari para sahabat kita saat berada di safar. Lalu dengan modal pengetahuan itu, kita mampu bergaul dengan baik dan benar bersamanya.
Dan dengan pengetahuan itu kita mampu meminta nasihat darinya ataupun menasihati dirinya, mampu saling memahami dan saling mengerti, untuk mencapai tujuan besar
Cintai mereka sebab Allah, bersahabatlah karena Allah, karena bisa jadi kelak di akhirat, saat kita sudah di pinggir jurang neraka, tangan-tangan mereka yang menyelamatkan kita
Kajian dari @Felixsiauw
Comments
Post a Comment