Skip to main content

Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Masa Praaksara

Berikut adalah periodisasi, ciri - ciri, dan cara pewarisan budaya pada Masa Praaksara masyarakat Indonesia.

1. Periodisasi masyarakat Indonesia masa praaksara 

Sejak dari kehidupan masyarakat zaman praaksara, masyarakat indonesia mendapatkan warisan berupa alat - alat dari batu, kayu, tulang, logam dan lukisan yang ada pada dinding-dinding gua. Hasil dari masa lampau yang hanya meninggalkan jejak-jejak sejarah tersebut menjadi salah satu sumber dan komponen penting dalam usaha untuk menuliskan sejarah kehidupan manusia. Jejak-jejak tersebut mengandung suatu informasi yang dapat dijadikan bahan penulisan sejarah yang akan disampaikan dari generasi ke generasi berikutnya hingga turun temurun.

Jejak sejarah yang historis adalah jejak sejarah dimana menurut para ahli memiliki informasi tentang suatu kejadian - kejadian historis, sehingga dapat dipergunakan untuk penulisan sejarah. Jejak historis terbagi menjadi dua macam, yaitu jejak historis yang berwujud benda dan jejak historis berwujud tulisan. Untuk jejak historis berwujud benda adalah hasil dari budaya/tradisi yang ada di masa kuno, misalnya adalah, tradisi pada era zaman Paleolitikum, zaman Mesolitikum, zaman Neolitikum, zaman Megalitikum, dan tradisi pada zaman Perundagian.

a. Tradisi manusia yang hidup berpindah (zaman Paleolitikum)
Adalah manusia yang hidup pada zaman dimana mereka hidup  berpindah, termasuk jenis manusia Pithecanthropus yang hidup dari mengumpulkan makanan atau disebut food gathering, hidup dan tinggal di sekitar gua-gua, masih tampak liar, belum mampu untuk menguasai alam seperti bercocok tanam, dan tidak menetap. Kebudayaan mereka adalah kebudayaan yang sering disebut kebudayaan Pacitan dan kebudayaan Ngandong. Dapat disebut sebagai kebudayaan Pacitan disebabkan karena alat-alat budayanya adalah banyak ditemukan di Pacitan tepatnya di daerah Pegunungan Sewu Pantai Selatan Jawa, berupa chopper atau kapak penetak dan disebut juga dengan kapak genggam. Karena alat tersebut masih terbuat dari batu maka disebut dengan stone culture atau budaya batu. Alat sejenis juga ditemukan di daerah Parigi (Sulawesi) dan daerah Lahat (Sumatra). Sedangkan Kebudayaan Ngandong ditemukan di desa Ngandong yang berada di daerah Ngawi Jawa Timur. Alat kebudayaan Ngamdong ada yang terbuat dari tulang maka disebut bone culture atau kebudayaan tulang. Di Ngandong ditemukan juga kapak genggam, adalah benda yang terbuat dari batu berupa flakes dan batu indah berwarna yang disebut dengan chalcedon.

b. (zaman Mesolitikum) Peningkatan hidup manusia memasuki hidup setengah menetap/semisedenter Masyarakatnya sudah memiliki kemajuan hidup seperti adanya kjokkenmoddinger /kyokkenmoddinger (sampah kerang) dan abris sous roche yang dimana itu adalah gua sebagai tempat tinggal. Alat-alatnya yang ada di kebudayaan ini adalah kapak genggam (pebble) disebut juga sebagai kapak Sumatra, pipisan, dan kapak pendek (hache courte).

c. Tradisi manusia zaman hidup menetap (zaman Neolitikum)
Pada zaman ini, masyarakatnya sudah mulai melakukan food producing, yaitu mulai memproduksi makanan sendiri dengan cara mengusahakan bercocok tanam sederhana dengan cara mengusahakan seperti ladang, tetapi masih ladang berpindah. Jenis tanamannya adalah ubi, talas, padi, dan jelai. Mereka juga telah menggunakan peralatan yang lebih bagus seperti beliung persegi ataupun kapak persegi dan kapak lonjong yang dipergunakan dalam mengerjakan tanah. Kapak persegi sendiri ditemukan di Sumatra, Bali, Jawa, dan Kalimantan Barat, dimana di daerah Semenanjung Melayu kapak ini disebut kapak bahu. Kapak lonjong adalah kapak yang berbentuk bulat telur, banyak ditemukan di Papua, Sulawesi, atau kepulauan Indonesia Timur. Alat serpih peninggalan zaman ini yaitu alat yang berguna untuk mata panah dan mata tombak juga ditemukan di daerah Gua Lawa Sampung di Jawa Timur dan Cabbenge (Sulawesi Selatan). Di daerah Malolo (Sumba Timur) ditemukan peninggalan kendi air. Pada masa ini, juga terjadi adanya perpindahan penduduk dari daratan Asia (Tonkin di Indocina) ke daerah Nusantara yang kemudian disebut dengan sebutan bangsa Proto Melayu pada tahun 1500 SM dengan melalui jalan barat dan jalan utara. Alat yang dipergunakan oleh bangsa proto melayu ini adalah kapak persegi, pebble
(kapak Sumatra), beliung persegi, dan kapak genggam. Kebudayaan itu diberi nama oleh Madame Madeleine Colani, adalah seorang ahli sejarah Prancis, menamakan kebudayaan tersebut sebagai kebudayaan Bacson-Hoabinh. Kepercayaan pada zaman ini adalah bercocok tanam dengan menyembah dewa alam.

d. Tradisi Megalitikum
Pada zaman Megalitikum, alat - alatnya dibuat dari batu besar seperti dolmen, menhir, dan sarkofagus. Dolmen adalah peninggalan berupa meja batu besar (altar), yang terdapat di Bondowoso, Jawa Timur. Menhir adalah peninggalan berupa tugu batu besar sebagai tempat roh nenek moyang yang ditemukan di Sulawesi Tengah, daerah Sumatra Selatan,  dan Kalimantan. Sedangkan Sarkofagus adalah sebuah kubur peti batu besar. Di Sulawesi, sarkofagus biasa dikenal dengan sebutan waruga.

e. Tradisi pada zaman perundagian
Setelah mulai hidup menetap, mereka juga semakin pandai membuat alat, bahkan dengan kedatangan bangsa Deutero Melayu pada 500 SM, mereka sekarang sudah mampu membuat alat dari logam yang sering disebut budaya Dongson karena berasal dari Dongson. Zaman ini juga disebut dengan zaman kemahiran teknologi. Masyarakatnya juga telah mengenal dengan sawah dan mulai melakukan sistem pengairan. Jenis benda logam yang dibuat di Indonesia pada zaman ini, antara lain, sebagai berikut.
  • 1) Nekara, adalah semacam tambur besar yang ditemukan di Bali, Kei, Alor, Roti, dan Papua. 
  • 2) Arca perunggu ini ditemukan di Riau, Bangkinang, dan Limbangan, Bogor. Juga ada perhiasan perunggu, manik-manik, benda besi. Kepercayaan yang ada di zaman perundagian adalah dengan menyembah roh nenek moyang (masih mengenal animisme).
  • 3) Kapak corong adalah kapak yang bagian tangkainya berbentuk corong. Disebut juga sebagai kapak sepatu. Benda ini biasanya dipergunakan untuk upacara. Banyak ditemukan di Jawa, Bali, Makassar, Pulau Selayar, dan Papua.

Catatan
Akulturasi kebudayaan adalah suatu percampuran dari dua kebudayaan atau lebih yang kemudian melahirkan kebudayaan baru. Menurut Brandes, sebelum Negara Indonesia terpengaruh oleh agama Hindu, di Indonesia sebelumnya telah memiliki sepuluh macam budaya asli pribumi, yaitu


  • kemampuan berlayar,
  • seni membatik, 
  • seni gamelan, 
  • mengenal astronomi,
  • kemampuan bersawah,
  • pengaturan masyarakat, 
  • kesenian wayang, 
  • sistem ekonomi dengan mengenal 
  • sistem kepercayaan,
  • sistem mocopat, 
  • perdagangan.






2. Ciri-ciri masyarakat praaksara 

Setelah nenek moyang kita datang di Nusantara dan kemudian menetap, mereka meninggalkan tradisi, aturan kemasyarakatan, dan juga religi yang ditaati oleh mereka dan keturunannya.
Tradisi tersebut diwariskan kepada masyarakat Indonesia hingga sekarang ini. Kemampuan nenek moyang Bangsa Indonesia sebelum mengenal tulisan dan sebelum terpengaruh oleh budaya Hindu-Buddha, Brandes telah mengelompokkannya  sebagai berikut.

a. Kemampuan berlayar
Dulunya, nenek moyang bangsa Indonesia datang dari Yunan pada tahun sebelum Masehi. Mereka sudah pandai menjelajah perairan mengarungi laut dan harus menggunakan perahu untuk sampai ke Indonesia. Kemampuan berlayar ini kemudian dikembangkan di tanah baru yang berpulau - pulau, yaitu di Nusantara yang mengingat kondisi geografi di Nusantara terdiri banyak pulau dengan jarak yang dekat dan jauh. Kondisi ini tentunya akan mengharuskan menggunakan perahu untuk mencapai kepulauan yang lainnya. Salah satu ciri perahu yang biaaa dipergunakan nenek moyang kita adalah menggunakan perahu cadik, yaitu perahu yang menggunakan alat terbuat dari bambu atau kayu yang dipasang di bagian kanan kiri perahu. Pembuatan perahu sendiri biasanya juga dilakukan dengan gotong royong oleh para kaum laki-laki. 
Setelah di masa perundagian, aktivitas pelayaran semakin meningkat. Perahu bercadik adalah alat angkut tertua yang tetap dikembangkan sebagai alat transportasi serta perdagangan antar pulau. Buktinya adalah dengan adanya kemampuan dan kemajuan berlayar tersebut yang terpahat pada relief candi Borobudur yang berasal dari abad ke-8 dimana relief candi tersebut melukiskan tiga jenis perahu, yaitu
  • 1) perahu besar  bercadik, 
  • 2) perahu besar tidak bercadik,
  • 3) perahu lesung
Bentuk dari perahu lesung adalah berupa sampan yang dibuat dari satu batang kayu yang dikeruk di dalamnya yang menyerupai lesung dengan bentuknya memanjang. Untuk memperbesar ruangan perahu, pada dindingnya ditempel dengan papan serta diberi cadik pada sisi kanan dan kirinya yang berguna untuk menjaga keseimbangan. Sedangkan kapal besar pada relief candi Borobudur mempunyai dua tiang layar, dimiringkan ke depan, sedangkan layar yang digunakan pada zaman itu adalah berbentuk segi empat dengan buritan layar berbentuk segitiga. Kemudian kemampuan berlayar selanjutnya juga menjadi dasar dari kemampuan berdagang nenek moyang. Oleh karena itu, pada awal Masehi kita ketahui bangsa Indonesia sudah berlayar sampai batas barat di Pulau Madagaskar, di utara sampai Jepang, dan batas selatan Selandia Baru di timur Pulau Paskah. Hal tersebut dapat terjadi karena nenek moyang juga memiliki ilmu astronomi, yaitu dengan rasi bintang, Bintang Biduk Selatan yang menjadi petunjuk arah selatan. 
b. Kemampuan bersawah
Sistem persawahan mulai dikenal bangsa Indonesia sejak zaman Neolitikum, yaitu manusia hidup menetap. Mereka terdorong untuk mengusahakan sesuatu yang menghasilkan (food producing). Sistem persawahan diawali dari sistem ladang sederhana yang belum banyak menggunakan teknologi, kemudian meningkat dengan adanya teknologi pengairan hingga lahirlah sistem persawahan.
Sistem irigasi yang dilakukan dalam bercocok tanam juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan air dengan cara membuat pematang dan saluran air. Cara ini kemudian mengalami peningkatan menjadi pembuatan terasering yang berada di lereng pegunungan, serta pembuatan bendungan atau pembuatan dam air  sederhana. Dan untuk mengerjakan sawah, maka dibuatlah alat-alat dari logam dan dengan mengembangkan tanaman  padi, juwawut, biji-bijian, serta tanaman kering lainnya.

c. Mengenal astronomi
Kemampuan dan pengetahuan astronomi (ilmu perbintangan) yang sudah dimiliki nenek moyang bangsa Indonesia membuatnya mampu menyebrangi lautan. Masyarakat Indonesia sudah mengenal ilmu pengetahuan dan memanfaatkan
teknologi dari angin musim sebagai tenaga penggerak dalam aktivitas pelayaran dan juga perdagangan. Dalam penggunaannya, ilmu astronomi  Selain digunakan untuk mengenali musim, juga sudah dimanfaatkan untuk petunjuk arah dalam pelayaran, semisal yaitu Bintang Biduk Selatan dan Bintang Pari (dimana orang Jawa menyebutnya dengan Lintang Gubug Penceng) yang berguna untuk menunjuk arah selatan serta Bintang Biduk Utara yang berguna sebagai penunjuk arah utara. Kemampuan astronomi dan angin musim yang dipunyai nenek moyang, telah mengantarkan mereka berlayar ke barat sampai di daerah Pulau Madagaskar, ke selatan sampai di Selandia Baru serta ke arah utara sampai di Kepulauan Jepang, ke timur sampai di Pulau Paskah. Pengetahuan astronomi juga biasa digunakan dalam pertanian dengan cara memanfaatkan munculnya tanda Bintang Waluku sebagai pertanda awal untuk musim hujan.

d. Sistem mocopat
Apa itu sistem mocopat? adalah suatu sistem kepercayaan yang didasarkan pada pembagian empat penjuru arah mata angin, yaitu arah utara, selatan, barat, dan arah timur. Sistem mocopat juga dikaitkan dengan pendirian bangunan, alun-alun,  tempat pemujaan,  pusat kota atau pemerintah (istana),  pasar, dan penjara. Peletakan bangunan tersebut dibuat dengan skema bersudut empat di mana setiap sudut dipercaya mempunyai kemampuan dan kekuatan secara magis. Itulah mengapa sebabnya di setiap desa yang ada pada zaman kuno selalu diberi sesaji ketika waktu-waktu tertentu, bahkan dalam hari pasaran menurut perhitungannya dikaitkan juga dengan sistem mocopat ini, yaitu
  • 1. arah timur diletakkan pada legi, jatuh hari Jumat, 
  • 2. arah barat diletakkan pada pon, jatuh hari Senin dan Selasa, 
  • 3. arah selatan diletakkan pada pahing, jatuh hari Sabtu dan Minggu, 
  • 4. arah tengah diletakkan pada kliwon, jatuh hari Jumat dan Sabtu. 
  • 5. arah utara diletakkan pada wage, jatuh hari Rabu dan Kamis,
Jadi pola susunan mocopat ini adalah kepercayaan  masyarakat dalam menata dan menempatkan bangunan yang bersudut empat, dengan susunan ibu kota sebagai pusat pemerintahan yang terdapat alun-alun di sekitar istana, kemudian terdapat bangunan tempat untuk pemujaan, ada pasar, dan adanya penjara. Di Tuban, Provinsi Jawa Timur pada masa zaman dahulu masih terdapat model desa penenun sebagai berikut.
  • 1) Pusat daerah desa lama yang terdapat di tengah desanya (dikelilingi desa) di bagian dalamnya terdapat rumah kepala desa, rumah ulama, rumah pencelupan kain. 
  • 2) Pusat administrasi yang terletak di belakang rumah kepala desa. 
  • 3) Lalu dikelilingi desa-desa mocopat yang membentuk lingkaran yang modelnya mengelilingi pusat desa tersebut. 
Demikianlah kaitan antara sistem mocopat dengan religiositas yang ada di masa nenek moyang kita, bangsa Indonesia

e. Kesenian wayang
Kesenian wayang awalnya berpangkal pada pemujaan roh untuk nenek moyang. Pada awalnya wayang diwujudkan dalam bentuk boneka nenek moyang yang dimainkan oleh dalang pada waktu malam hari dengan alas tirai, tata lampu yang berada di belakangnya dan boneka tersebut
digerak-gerakkan sehingga akan terlihat bayangan boneka yang terlihat seolah-olah hidup. Ketika dalang sudah kemasukan oleh roh nenek moyang, maka sang dalang akan menyuarakan suara nenek moyang yang isinya berupa nasihat-nasihat kepada anak cucu mereka. Namun, setelah kedatangan hinduisme ke nusantara, kisah nenek moyang akan digantikan dengan kisah Ramayana dan Mahabharata. Bonekanya kemudian diganti dengan bentuk tokoh yang ada dalam cerita Mahabharata. Fungsinya juga beralih sebagai pertunjukan dan para penontonnya akan melihat dari depan tirai. Pada zaman Kediri, terdapat kitab Gatotkacasraya yang mulai menampilkan dewa asli Daerah Jawa, yaitu Punakawan yang berperan dengan sifat agresif dan dinamis dalam membimbing dan mengawal para Pandawa dari berbagai ancaman musuhnya, yaitu Kurawa (kitab Gatotkacasraya memuat unsur javanisasi). Ketika waktu senggang, para nenek moyang yang sudah menetap dan hidup bercocok tanam akan menyalurkan bakat dan seninya serta melakukan pemujaan setelah panen dengan mengadakan pertunjukan wayang. Pertunjukan tersebut bertujuan untuk memuja Dewi Sri yang telah memberi berkah kepada pertanian mereka. Selain itu, pertunjukan wayang adalah tontonan yang di dalamnya terdapat berbagai nasihat yang berharga di setiap pertunjukannya. 

f. Seni gamelan
Seni gamelan juga berkaitan dengan seni wayang. Seni gamelan dipakai untuk mengiringi pertunjukkan wayang. Ketika musim bercocok tanam sudah usai, para masyarakat kuno akan mengembangkan seni membatik, membuat alat musik gamelan,  dan mengadakan pertunjukan wayang dalam semalam suntuk untuk dipertunjukkan kepada masyarakat di sekitarnya.


g. Seni membatik
Seni membatik adalah suatu kerajinan dengan membuat gambar pada sebuah kain. Cara menggambarnya adalah dengan mempergunakan alat canting yang diisi bahan cairan lilin (orang Jawa biasa menyebutnya dengan malam) yang telah dipanaskan, dan kemudian dilukiskan pada kain sesuai dengan motifnya. Bagian dari kain yang tidak terkena malam/cairan lilin menjadi berwarna merah setelah dimasukkan kedalam air soga. Kesenian membatik juga dilakukan untuk mengisi waktu luang pada masa bercocok tanam setelah panen, sekaligus juga sebagai kegiatan religius, dikarenakan ada kegiatan membatik tertentu yang bertujuan  sebagai penghormatan kepada nenek moyang mereka.

h. Pengaturan masyarakat
Dulunya, nenek moyang kita hidup berkelompok dan telah bersepakat untuk hidup secara bersama, gotong royong, dan hidup dengan demokratis. Mereka akan memilih seorang pemimpin yang dianggap dapat melindungi masyarakat dari gangguan - gangguan, termasuk gangguan roh sehingga seorang pemimpin juga dianggap memiliki kesaktian lebih, intinya, pemimpin zaman dahulu itu masih multifungsi. Cara pemilihan pemimpin yang demikian bisa kita sebut sebagai primus inter pares, yaitu yang terutama di antara yang banyak. Jadi, penentuan seorang pemimpin adalah ditentukan dari yang terbaik bagi mereka bersama.

i. Sistem ekonomi nenek moyang dengan mengenal perdagangan
Dalam kebutuhan hidup, manusia selalu menuntut agar terpenuhi. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, masyarakat kuno melakukan kegiatan saling bertukar barang (barter) dari satu wilayah ke wilayah lainnya. Dengan begitu, dalam kegiatan perdagangan, nenek moyang bangsa Indonesia sudah melaksanakan kegiatan barter atau tukar barang yang dikarenakan mereka masih belum mengenal uang, sedangkan nilainya berdasarkan kesepakatan bersama.

j. Sistem kepercayaan
Manusia yang terdiri dari jasmani dan rohani akan menyebabkan munculnya sebuah kepercayaan bersifat rohani yang kemudian akan dipersonifikasikan dalam bentuk riil. Sistem kepercayaan masyarakat Indonesia juga mulai tumbuh ketika masa hidup berburu dan mengumpulkan makanan yang dibuktikan dengan adanya penemuan lukisan dinding gua di Sulawesi Selatan yang berbentuk cap tangan merah dengan jari-jari yang direntangkan. Lukisan itu dapat diartikan sebagai sumber kekuatan atau simbol sebuah perlindungan untuk mencegah adanya roh jahat yang mengganggu. Manusia di zaman hidup bercocok tanam sudah mempercayai dewa alam yang menciptakan banjir, gempa bumi, gunung meletus, dan lain sebagainya. 
Ketika zaman perundagian, masyarakat sudah mulai percaya dengan adanya roh nenek moyang. Mereka mempercayai bahwa jiwa dan roh tersebut berdiam di   pohon besar, batu besar, dan sebagainya. Kepercayaan ini akhirnya diwariskan kepada kita, generasi bangsa Indonesia hingga masa sekarang. 
August Comte dan Herbert Spencer menerapkan teori evolusi untuk mengkaji masyarakat manusia yang kaitannya dengan kepercayaan / religi. Menurut mereka, semua bangsa yang ada di dunia mempunyai suatu bentuk religi. Bentuk religi tersebut dapat muncul karena manusia sadar dan takut akan adnya maut. Bentuk religi atau sistem kepercayaan tertua adalah dengan penyembahan roh yang merupakan personifikasi dari jiwa orang yang telah meninggal, terutama roh nenek moyangnya yang kemudian berkelanjutan berevolusi terhadap pemujaan kepada para dewa. Ini juga sesuai dengan pandangan Edward B. Taylor yang mengatakan bahwa tingkat tertua dari suatu evolusi religi adalah pemujaan kepada jiwa orang yang telah meninggal yang biasa disebut dengan makhluk halus (spirit), yaitu jiwa yang telah merdeka, jiwa yang terlepas dari tubuh jasmani untuk selama -lamanya. Keyakinan ini disebut dengan animisme. Jadi, dapat kita ketahui, tradisi nenek moyang / masyarakat Indonesia sebelum mengenal tulisan adalah sebagai berikut.
  • a. Adanya organisasi kemasyarakatan, yaitu ditandai dengan masyarakatnya yang teratur, demokratis, dan cara memilih pemimpinnya asalah dengan primus inter pares yang masih dalam bentuk kesukuan. 
  • b. Memiliki pengetahuan alam, yaitu dengan memanfaatkan alam di sekitarnya sebagai wujud peduli dan memelihara alam di lingkungannya. 
  • c. Kemasyarakatan atau pranata sosialnya adalah masyarakat yang hidup  dengan berkelompok sebagai makhluk sosial, serta melakukan bergotong royong. 
  • d. Masyarakatnya sudah mengenal sistem persawahan. 
  • e. Sudah memiliki teknologi perundagian, yaitu berupa pengecoran logam dengan sistem bivalve dan tehnik a cire perdue. 
  • f. Kemampuan berlayar dan berdagang dengan memanfaatkan dan menggunakan angin musim, bahkan mereka juga sudah berani untuk mengarungi laut luas. 
  • g. Sistem kepercayaan yang pada awalnya masih menyembah roh nenek moyang kemudian menyembah dewa. 
  • h. Masyarakatnya sudah memiliki sistem ekonomi barter atau tukar menukar barang.






3. Cara masyarakat yang belum mengenal tulisan mewariskan masa lalunya

Masyarakat Indonesia saat ini adalah kelanjutan dari masyarakat terdahulu yang turun - temurun menjadi nenek moyang kita dan telah banyak mewariskan berbagai budayanya kepada masyarakat sekarang. Mereka yang di masa lampau hidup secara berkelompok, gotong royong, dan adanya pola kepemimpinan yang demokratis dan rasional, yaitu primus inter pares. Pola kehidupan masyarakat pada saat itu yang kemudian berkembang hingga masa kini. Cara mereka dalam mewariskan apa yang mereka miliki dilakukan dengan cara melalui keluarga dan masyarakat.

a. Melalui keluarga
Keluarga adalah lingkup sosial yang terkecil, tetapi paling kental dalam hidup penuh kebersamaan. Nilai-nilai dan tatanan kehidupan dibina serta dihidupkan terus menerus melalui keluarga, mulai dengan bahasa, cara membuat alat kebudayaan, bahkan unsur upacara-upacara yang kemudian dilestarikan dengan cara turun temurun. 

b. Melalui masyarakat
Masyarakat mempunyai pengertian sebagai suatu kumpulan manusia yang tinggal di suatu tempat dalam jangka waktu yang lama dan kemudian akan menghasilkan kebudayaan. Jadi, masyarakat bisa kita bedakan berdasarkan budaya yang ada dan telah berkembang di dalamnya. Masyarakat prasejarah mewariskan masa lalunya melalui berbagai benda-benda kebudayaan, baik yang terbuat dari tulang, batu, maupun logam. Selain itu, mereka juga telah meninggalkan jejak-jejak sepertu lukisan di dinding gua, sampah dapur / kyokkenmodinger (sampah kerang), dan gua sebagai tempat untuk tinggal. Selain peninggalan yang berwujud benda (bersifat konkret), masyarakat praaksara juga meninggalkan budaya tidak berwujud benda (bersifat abstrak). Bentuk-bentuk peninggalannya adalah berupa sistem religi (kepercayaan), adat istiadat seperti bahasa, upacara-upacara adat, seni, dan sebagainya). Kebudayaan itu ada yang punah, tetapi ada juga budaya yang tetap dipelihara oleh masyararat seperti pemberian sesaji pada tempat-tempat yang dianggap keramat, tata cara perkawinan, pertunjukan hiburan rakyat, acara kematian, dan perhitungan hari baik.
Berikut ini adalah metode-metode pewarisan masa lalu yang dilakukan masyarakat praaksara, dilakukan melalui keluarga dan masyarakat

  • a. Folklore 
Folklore atau cerita turun temurun adalah adat istiadat tradisional dan cerita rakyat, diwariskan dengan cara turun temurun, tetapi cerita tersebut belum dibukukan. Ada yang mengartikan bahwa folklore adalah sebuah cerita yang tokohnya berupa binatang, makhluk hidup di luar manusia, atau suatu personifikasi abstrak yang mengambil perwatakan kemanusiaan dan berbicara serta bertingkah seperti layaknya manusia. Folklore ada dua, yaitu folklore lisan dan folklore nonlisan. Folklore lisan adalah cerita yang disebarluaskan dan diwariskan dalam bentuk lisan / ucapan seperti bahasa, teka-teki, ataupun dalam puisi rakyat. Sedangkan folklore nonlisan adalah folklore dalam bentuk benda-benda kuno bdari hasil kebudayaan, contohnya seperti arsitektur rakyat, kerajinan perhiasan tradisional, tangan, pakaian, dan obat tradisional.

  • b. Mitologi 
Mitologi adalah cerita rakyat yang dianggap benar-benar terjadi yang berkaitan dengan terjadinya tempat, para dewa, adat istiadat, alam semesta, dan konsep dongeng suci. Jadi, mitologi ini adalah suatu cerita tentang asal-usul manusia, alam semesta, atau sebuah bangsa yang diungkapkan dengan cara-cara gaib dan mengandung arti yang dalam setiap suku bangsa di wilayah Nusantara juga memiliki mitologi, yang ceritanya dikaitkan dalam kehidupan masyarakat pada suatu daerah, misalnya adalah cerita barong di Bali, cerita terjadinya mado-mado atau marga di  daerah Nias (Sumatra Utara), cerita pemindahan Gunung Suci Mahameru di India oleh para dewa ke Gunung Semeru yang dianggap suci oleh orang Jawa dan Bali. Mitologi yang paling luas persebarannya dan hampir tersebar di seluruh Asia Tenggara adalah mitologi Dewi Sri atau Dewi Padi.

  • c. Legenda 
Legenda merupakan cerita rakyat yang dianggap benar-benar terjadi yang kemudian ceritanya dihubungkan dengan tokoh sejarah, telah dibumbui dengan kesaktian,  keajaiban, dan keistimewaan tokohnya.
Legenda sendiri dibagi menjadi ada empat kelompok sebagai berikut.
1) Legenda keagamaan
Di dalam legenda keagamaan di Indonesia, banyak  dijumpai kisah-kisah para wali penyebar Islam, seperti Sunan Kalijaga dan Syekh Siti Jenar di daerah Jawa, sedangkan di Pulau Bali dapat kita temui dengan adanya legenda tentang kisah Ratu Calon Arang.
2) Legenda kegaiban
Legenda ini adalah legenda yang berkisakan tentang kepercayaan masyarakat  terhadap alam gaib, contohnya adalah kerajaan gaib Pajajaran di Jawa Barat, kerajaan gaib orang Bunian di rimba raya Sumatra, kerajaan gaib Laut Kidul yang ada di Jawa Tengah dan Yogyakarta, dan legenda Si Manis Jembatan Ancol di Jakarta.
3) Legenda perseorangan
Adalah legenda yang menceritakan tokoh tertentu yang cerita tersebut dianggap pernah ada dan terjadi, misalnya adalah Si Pitung dan Nyai Dasima dari Jakarta,  Sabai nan Aluih dan Si Pahit Lidah dari Sumatra, Lutung Kasarung dari Jawa Barat, Suramenggolo dari Jawa Timur, Rara Mendut dan Jaka Tingkir dari Jawa Tengah, serta Jayaprana dan Layonsari dari Pulau Bali.
4) Legenda lokal
Adalah legenda yang berhubungan dengan nama tempat terjadinya danau, gunung, bukit, dan sebagainya. Misalnya adalah legenda terjadinya tangkuban prahu dari cerita Sangkuriang (legenda Gunung Tangkuban Parahu) di Jawa Barat, Danau Toba di Sumatra, Ajisaka di Jawa Tengah, Rara Jonggrang di Yogyakarta dan Jawa Tengah,  dan Desa Trunyan yang ada di Bali.

  • d. Dongeng 
Adalah suatu cerita rakyat yang tidak benar-benar terjadi, dongeng diceritakan karena berisi petuah, ajaran moral, kebaikan mengalahkan kejahatan, dan petuah bijak lainnya. Terdapat dongeng binatang (fabel) di Bali yang terkenal dengan nama tokoh Tantri dan di Jawa ada tokoh Si Kancil. Dongeng manusia contohnya dongeng Pasir Kumang dari Jawa Barat, Jaka Tarub yang mencuri pakaian bidadari berasal dari Jawa Timur, dongeng Raja Pala dari Bali, dongeng Ande-Ande Lumut dan Brambang Bawang dari Jawa Tengah, dongeng Meraksamana dari Papua, dan dongeng Bawang Merah dan Bawang Putih dari Jakarta. Dongeng lucu, contohnya, Gasin Meuseukin dari Aceh, Si Kabayan dari Jawa Barat, dan Singa Rewa dari daerah Kalimantan Tengah. 

  • e. Upacara 
Upacara merupakan serangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat pada aturan tertentu berdasarkan adat istiadat, agama, dan kepercayaan. Jenis upacara dalam kehidupan masyarakat, antara lain, upacara perkawinan, upacara penguburan, dan upacara pengukuhan kepala suku.
1. Upacara perkawinan
Upacara perkawinan sering dilaksanakan di tengah masyarakat dari zaman dulu sampai sekarang. Perkawinan sekaligus juga mempertemukan dan mengawali hubungan dua keluarga yang saling bersahabat. Tiap daerah mempunyai adat yang berbeda-beda, seperti di ssuku Batak, Bali, Jawa menganut garis patrilineal (garis keturunan laki-laki) dan daerah Minangkabau yang menganut garis keturunan matrilineal (garis ibu),
2) Upacara penguburan
Adalah upacara yang dikenal pertama kali dalam kehidupan manusia sebelum manusia mengenal tulisan. Upacara penguburan yang dapat menimbulkan kepercayaan bahwa roh orang meninggal akan pergi ke sebuah tempat yang tidak jauh dari lingkungan di mana ia pernah tinggal pada semasa hidupnya. Sewaktu-waktu roh tersebut  dipercaya dapat dipanggil untuk menolong masyarakat jika ada bahaya atau kesulitan.
3) Upacara pengukuhan kepala suku
Perlu kita ketahui jika kedudukan kepala suku di masa lalu adalah besar sebab ia harus memiliki keahlian, kesaktian, pengalaman, dan pengaruh yang kuat karena kepala suku yang menjadi pelindung kelompok sukunya dari berbagai ancaman yang akan datang. Kepala suku bahkan juga dianggap sebagai ahli dalam upacara pemujaan,  upacara pembukaan ladang, upacara penempatan rumah, dan upacara adat lainnya. 

  • f. Lagu-lagu daerah 
Atau disebut juga dengan lagu rakyat merupakan syair-syair yang ditembangkan dengan irama menarik dalam bentuk lisan. Lagu rakyat juga biasa dikenal dengan sebutan folksong. Lagu rakyat khusus untuk anak-anak, misalnya, di Jawa Barat adalah Cing Cangkeling; di Jawa Tengah dan Jawa Timur adalah Cublak - Cublak Suweng, Ilir-Ilir, dan Jamuran; di Bali dikenal lagu Meyong-Meyong; di Kalimantan Barat adalah lagu Cik-Cik Periok. Lagu-lagu rakyat umum, misalnya adalah lagu Butet dari Batak yang dilantunkan dengan nada sedih, lagu Kampuang nan Jauh di Mato dari daerah Sumatra Barat,  lagu Tenang Tanage dari Manggarai, Flores, dengan nuansa perenungan. Ada juga nyanyian religius yang dipadukan dengan tarian di daerah Aceh, yaitu Saman dan Seudati, di daerah Nias ada lagu Hoho.

Comments

Popular posts from this blog

Tata Penulisan (Lettering) Pada Peta

Seperti apasih Tata Penulisan (Lettering) yang benar dalam peta itu? Pada peta juga terdapat aturan-aturan dalam cara penulisan pada suatu objek-objek geografi. Setidak-tidaknya disini Terdapat empat aturan penulisan dalam peta yang harus kita patuhi, lihatlah pada (Gambar 1.12). Dibawah ini adalah beberapa aturan atau tanda untuk penulisan nama - nama suatu objek dalam peta 1) pada nama-nama ibu kota, negara, benua, dan pegunungan itu haruslah ditulis dengan menggunakan huruf kapital tegak. 2) untuk nama-nama samudra, nama teluk yang luas, laut, dan nama selat yang luas, maka harus ditulis dengan menggunakan huruf kapital miring. 3) untuk nama-nama kota kecil dan gunung haruslah ditulis dengan menggunakan huruf kecil tegak. Pada awal nama kota dan gunung ditulis dengan huruf besar. 4) sedangkan untuk nama-nama perairan seperti sungai, danau, selat yang sempit, dan nama teluk yang sempit juga haruslah ditulis dengan huruf kecil miring. Itulah beberapa aturan penamaa

Ciri - Ciri Tari Primitif

Berikut ini adalah ciri - ciri lengkap tari Primitif di Indonesia. Tari primitif adalah tari yang berkembang di daerah yang saat itu menganut kepercayaan animisme, dan dinamisme. Tari ini merupakan tari yang ditujukan untuk memuja roh para leluhur dan estetika seni. Tari primitif biasanya adalah wujud dan kehendak berupa pernyataan maksud dari permohonan tarian tersebut dilaksanakan. Ciri tari yang ada pada zaman primitif adalah adanya kesederhanaan pada kostum atau pakaian, gerak dan iringan. Tujuan utama dari tarian primitif ini adalah untuk mewujudkan suatu kehendak tertentu, sehingga ekspresi yang dilakukan itu berhubungan dengan permintaan yang diinginkan kepada leluhur. Ciri-ciri tari primitif antara lain adalah:  gerak dan iringannya sangatlah sederhana, yaitu berupa hentakan kaki, tepukan tangan / simbol suara ataupun gerak-gerak saja yang dilakukan tanpa iringan alat musik. • Gerakan dilakukan untuk tujuan tertentu misalnya adalah untuk menirukan gerak binatang karen

Apa itu Teknik Bivalve dan A Cire Perdue?

Bivalve Teknik Bivalve dan A Cire Perdue adalah teknik pencetakan atau pembuatan benda - benda dari logam maupun perunggu. Teknik ini sudah digunakan sejak zaman kebudayaan perunggu. Cara bivalve, adalah teknik yang dilakukan dengan cara menggunakan cetakan batu, yang terdiri atas dua buah bagian dimana diikat menjadi satu. Pada lelehan logam lalu dituangkan, dan kenudian tunggu hingga membeku. Setelah membeku, maka cetakan tersebut bisa dibuka. Kelebihannya adalah alat ini dapat digunakan hingga beberapa kali. Cara a cire perdue atau cara tuangan lilin, adalah teknik membuat model suatu benda dari lilin yang kemudian dibungkus menggunakan tanah liat dan pada bagian atasnya diberi sebuah lubang, kemudian dibakar sehingga membuat lapisan lilin di dalamnya akan meleleh dan keluar melalui lubang. Dari bagian lubang itu juga dituangkan dengan lelehan logam sampai penuh. Setelah logam lelehan membeku, kemudian model dari tanah liat dipecahkan dan hasil cetakan dari logam b