Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Masa Aksara
1. Masyarakat Indonesia pada masa aksara
- a. Perkembangan sejarah setelah mengenal aksara
Kedatangan oleh nenek moyang bangsa Indonesia yang berasal dari Yunan ke Nusantara ini melewati jalur barat yaitu dari Yunan ke Malaka ke Sumatra ke Jawa, sedangkan yang
melewati jalur utara adalah dimulai dari Yunan ke Formosa ke Jepang sampai di Sulawesi Utara dan sampai di Irian atau Papua yang ternyata membawa pengaruh besar kepada perkembangan sejarah kehidupan bangsa Indonesia. Aneka ragam budaya daerah yang terlihat dam muncul di tengah - tengah perkembangan masyarakat juga masih dapat dirasakan oleh bangsa Indonesia
pada masa sekarang ini.
Bangsa Deutero Melayu yang datang pada Tahun 500 SM (sebelum masehi) ke Nusantara juga membawa pengaruh yang lebih maju dibandingkan dengan pendahulunya. Mereka melewati jalur barat, yaitu dari Yunan lewat Malaka ke Sumatra dan Jawa. Mereka kemudian hidup di Nusantara dan berkembang menjadi masyarakat yang produktif dan menjadi bangsa Indonesia hingga sekarang. Masyarakat Deutero Melayu yang sudah berkembang menjadi bangsa Indonesia ini telah memiliki banyak kemajuan di berbagai bidang, antara lain :
1) Di bidang ekonomi, usaha dalam memenuhi kebutuhannya dilakukan dengan cara menggunakan ekonomi barang, yaitu pertukaran/barter, melakukan hidup berkelompok dengan gotong royong dalam mengerjakan sawah, dan semua hak milik digunakan bersama - sama.
2) Dalam bidang pemerintahan, nenek moyang menganut asas demokrasi melalui musyawarah dalam menentukan pimpinan mereka, bentuk organisasi kemasyarakatan yang ada masih berbentuk kesukuan, sedangkan kepala suku dipilih dari kriteria orang yang memiliki kemampuan tertinggi (primus inter pares).
3) Kepercayaan mereka adalah animisme dan dinamisme.
Keadaan alam Nusantara membuat nenek moyang memaksa untuk pandai berlayar dikarenakan Nusantara terdiri atas kawasan berpulau dan adanya tuntutan kebutuhan untuk saling memenuhi. Akhirnya, muncul banyak perdagangan antarpulau dan berkembang menjadi perdagangan antarnegara yang membuat pelayaran lintas laut membawa bangsa Indonesia mampu untuk mengarungi lautan internasional yang menciptakan hubungan dagang yang maju dan tentunya melibatkan kawasan Nusantara. Kemajuan pelayaran perdagangan antara Cina dan India yang melewati kawasan Nusantara membuat terjalinnya perdagangan di Nusantara juga, akantetapi pengaruh berbagai aspek dari India di Nusantara jauh lebih besar dibanding cina. Pengaruh dari India yang masuk ke Nusantara membawa perkembangan bagi kemajuan hidup masyarakat
di Nusantara pada saat itu dan berkembang hingga sekarang, misalnya, dalam bidang budaya, pemerintahan, sosial, dan kepercayaan.
1. Dalam bidang budaya
Masuknya budaya India ke Nusantara memberi semangat bangsa Indonesia untuk berkarya lebih bagus dan terarah. Bahkan Para raja yang ada di Nusantara dan penguasanya juga mulai menuliskan perintah melalui prasasti. Hasil dari karya budaya Nusantara yang mengagumkan dan memiliki seni yang tinggi, misalnya adalah candi Borobudur yang sampai sekarang menjadi kebanggaan dunia dan relief pada dinding candi yang malah melebihi kehebatan orang India. Kemudian adanya relief Ramayana pada candi Prambanan, munculnya seni sastra yang dihasilkan oleh sastrawan Nusantara seperti adanya cerita Mahabharata dan Ramayana versi Nusantara kitab Gatotkacasraya yang telah memuat unsur kejawaan.
2.) Di bidang pemerintahan
Para masyarakat Nusantara yang hidup secara berkelompok di masa lalu, ternyata sudah mampu berkembang secara dinamis dengan model kesukuan. Kontak dengan India membawa pengaruh yang positif dalam kehidupan masyarakat Nusantara, terutama dalam bidang pemerintahan pada waktu itu. Masyarakat Nusantara yang awalnya adalah berbentuk kesukuan, dengan masuknya pengaruh hinduisme ke dalam masyarakat, hal itu mengubah bentuk pemerintahannya menjadi dalam bentuk kerajaan dimana kekuasaan raja diberikan secara turun temurun dan tidak dipilih rakyat sehingga rakyat hanya menerima saja. Akantetapi, raja yang lemah pasti segera jatuh digantikan raja yang lebih bijaksana atau yang lebih kuat.
3) Dalam bidang sosial
Pranata sosial yang ada di zaman Indonesia-Hindu sudah teratur, sudah terdapat desa sebagai satu kelompok masyarakat. Adanya penerapan aturan untuk membina masyarakat, kehidupan masyarakatnya menerapkan gotong royong.
4) Dalam kepercayaan
Nenek moyang yang awalnya memiliki kepercayaan asli (animisme, dinamisme) kemudian mulai mengenal agama Hindu dan Buddha. Walaupun telah menyembah Dewa Hindu atau Buddha, nenek moyang tetap bersesaji untuk memuja roh (sesuai keyakinan animisme dinamisme).
- b. Perkembangan rekaman tertulis
Jejak atau peninggalan masa lampau dapat bermanfaat untuk menjadi bahan penting dalam menuliskan kembali sejarah umat manusia. Jejak masa lampau mengandung informasi yang dapat kita jadikan sebagai bahan penulisan sejarah. Masa lampau yang hanya meninggalkan jejak-jejak sejarah tersebut menjadikan komponen penting dan mengandung informasi yang dapat dijadikan bahan dalam penulisan sejarah. Kisah sejarah tersebut disampaikan dari generasi ke generasi dan dapat dipelihara terus sehingga mampu untuk mengisahkan kembali peristiwa dari jejak-jejak pada masa lampau.
Jejak sejarah terdiri dari dua yaitu jejak historis dan jejak nonhistoris
Apa itu Jejak Historis?
Adalah jejak sejarah yang menurut sejarawan memiliki atau mengandung suatu informasi tentang kejadian-kejadian yang historis sehingga hal itu dapat digunakan dalam melakukan penyusunan penulisan sejarah.
Apa itu jejak nonhistoris?
Jejak nonhistoris adalah suatu kejadian pada masa lampau tetapi tidak memiliki nilai sejarah. Jejak historis yang berwujud dalam bentuk tulisan merupakan rekaman tertulis tradisi masyarakat yang ada pada masa lalu. Rekaman tertulis di Indonesia sendiri terbagi menjadi empat yaitu sumber tertulis sezaman dan setempat, tertulis sezaman tetapi tidak setempat, dan tertulis setempat tidak sezaman.
1) Sumber tertulis sezaman dan setempat
Ini adalah suatu sumber yang ditulis oleh orang yang mengalami peristiwa itu, atau ditulis pada waktu itu, atau ditulis tidak lama setelah peristiwa itu terjadi. Sumber setempat maksudnya adalah penulisannya berada di dalam negeri sendiri. Contohnya adalah sumber tertulis sezaman dan setempat adalah prasasti. Prasasti� mempunyai arti pengumuman atau proklamasi, semacam perundang-undangan yang memuji raja, dan biasanya berbentuk puisi atau bahasa puisi. Dalam istilah bahasa Inggris disebut enloggistie. Istilah lain untuk prasasti adalah inscriptie atau piagam. Ilmu yang mempelajari tentang prasasti disebut epigraphy. Prasasti ada yang terbuat dari batu yang disebut Caila Prasasti, terbuat dari logam, dan terbuat dari batu bata. Wujud prasasti yang terbuat dari batu (Caila Prasasti) terdiri atas:
a) batu lingga (batu lambang Siwa);
b) batu biasa (batu kali) disebut natural stone;
c) batu yoni (lambang isteri Siwa), biasanya juga disebut lambang wanita.
d) pseudo lingga (lingga semu), biasanya berupa batu patok atau batu pembatas;
Adapun prasasti yang terbuat dari logam terbuat dari perunggu, tembaga, atau emas. Prasasti dari perunggu, contohnya adalah prasasti dari Airlangga, yaitu prasasti Calcutta. Prasasti yang berupa batu bata disebut dengan Terra Cotta. Prasasti dari batu bata ini di Indonesia hanya sedikit sekali kita temukan. Contohnya adalah prasasti di candi Sentul. Berdasarkan bahasa yang digunakan, prasasti dibedakan menjadi empat yaitu
a) Prasasti perpaduan bahasa antara Jawa Kuno dengan bahasa Sanskerta, misalnya, prasasti Kedu, prasasti Randusari I dan II, dan prasasti Trowulan I, II, III, IV.
b) Prasasti dengan bahasa Sanskerta, misalnya, prasasti Tarumanegara, prasasti Tuk Mas, prasasti Kutai, prasasti Canggal (sumber sejarah Mataram Hindu), Kalasan, Kelurak, Plumpungan, Ratu Boko, dan Dinoyo.
c) Prasasti perpaduan antara bahasa Melayu Kuno dengan bahasa Sanskerta, misalnya prasasti Gondosuli, prasasti Kota Kapur di Sriwijaya, Prasasti Dieng, dan prasasti Sajomerto (Pekalongan).
d) Prasasti dengan perpaduan bahasa Bali Kuno dan bahasa Sanskerta. Prasasti Bali Kuno kebanyakan terdapat di pura atau pada candi. Prasasti ini dianggap benda yang suci sehingga hanya diperlihatkan pada waktu upacara oleh para pedande (pendeta). Isi dari prasasti yang ada di Bali pada umumnya berisi Raja Casana atau suatu peraturan dari raja. Pura yang terkenal di Bali, misalnya, Kintamani, Bangli, dan
Sembiran. Ahli prasasti Pulau Bali adalah R. Goris. Beliau dapat mentranskrip prasasti Bali. Di Bali, prasasti yang sudah rusak, hurufnya dapat diduplikasikan kembali dengan cara yang istilahnya adalah "tinulat". Terdapat suatu keanehan yang ada pada prasasti Tugu Sanur. Tinggi prasasti itu adalah 1 m, yang bentuknya agak silinder, tetapi tulisannya rusak. Prasasti ini memiliki keistimewaan menggunakan huruf Pranagari menggunakan bahasa Bali Kuno, sedangkan yang menggunakan huruf Bali Kuno menggunakan Bahasa Sanskerta.
Artinya, prasasti Tugu Sanur ditulis dengan menggunakan dua bahasa (bilingual).Secara umum isi prasasti tersebut memuat beberapa bagian, antara lain,
- a) Penghormatan kepada dewa dalam agama Hindu biasanya diawali dengan kata Ong Civaya,sedangkan untuk agama Buddha diawali kata Ong nama Buddhaya.
- b) Untuk angka tahun dan penanggalan, dalam penulisannya biasanya diawali dengan permulaan kata-kata: "Swasti Cri Cakawarsatita" yang berarti Selamat Tahun Caka yang sudah berjalan. Penamaan hari dalam satu minggu (tujuh hari) terdiri dari: Soma (Senin), Raditya (Minggu), Buddha (Rabu), Respati (Kamis), Anggara berarti hari (Selasa), Cakra adalah hari (Jumat), dan Sanaiswara berarti hari (Sabtu).
- c) Menyebut nama raja yang diawali dengan kata-kata "Tatkala Cri Maharaja Rakai Dyah ..." dan selanjutnya.
- d) Perintah kepada pegawai tinggi, yang biasanya melalui Rakryan Mahapatih dengan istilah "Umingsor ring rakryan Mahapatih ...", jadi dengan begitu, raja tidak memberi perintah langsung.
- e) Sambhada (sebab musabab mengapa suatu daerah dijadikan sima).
- f) Penetapan daerah sima (adalah daerah bebas pajak), yang telah menolong raja atau menolong orang penting atau telah menolong rakyat banyak, misalnya, daerah penyeberangan sungai.
- g) Desa perbatasan sima disebut juga "wanua tpisiring".
- h) Para saksi.
- i) Hadiah yang diberikan oleh daerah dijadikan sima kepada raja,kepada
- pendeta, dan kepada para saksi. Jika berupa uang, ukurannya adalah Su, yang berarti suwarna atau emas. Ma artinya masa dan Ku mempunyai arti kupang (1 su = 16 Ma = 64 Ku atau 1 Su = 1 tail = 2 real), demikianlah ukuran uangnya.
- j) Tontonan yang diadakan.
- k) jalannya upacara.
- l) Kutukan, yaitu sumpah serapah kepada orang yang melanggar peraturan di daerah sima).
Pada zaman Islam di Indonesia masih terdapat prasasti, yaitu adanya prasasti dari zaman Sultan Agung Mataram, antara lain, ditemukannya di Jawa Barat berupa tembaga di desa Kandang Sapi atau Tegalwarna daerah Karawang. Prasasti ini menggunakan bahasa Jawa Tengahan yang isinya daerah Sumedang dijadikan sima karena menjaga
lumbung padi. Amangkurat I dari Mataram juga mengeluarkan prasasti di dekat Parangtritis pada sebuah gua. Prasasti ini dibuat Amangkurat waktu melarikan diri karena diserang Trunojoyo. Di situ terdapat Condro Sengkolo "Toya ingasto gono Batara" (toya = 4, asto = 2, gana = 6, Batara = 1) sama dengan 1624 tahun Jawa.
2) Sumber tertulis sezaman tetapi tidak setempat
Sumber ini dimaksudkan ditulis sezaman, tetapi prasastinya ditulis di luar negeri. Sumber ini biasanya juga tidak begitu jelas, kebanyakan berasal dari Arab, Spanyol, Tiongkok, dan India. Misalnya asalah kitab Ling Wai Taita karangan Chou Ku Fei pada tahun 1178. Buku ini yang menggambarkan kehidupan tata pemerintahan, keadaan istana, dan benteng Kerajaan Kediri. Juga menceritakan keadaan kehidupan bangsawan pada saat itu yang masih memakai pakaian sutra, sepatu kulit, perhiasan emas, dan menunggang gajah atau menunggang kereta, serta pesta air dan perayaan di gunung bagi rakyat. Kitab Chu Fang Chi ini ditulis Chau Ju Kua pada abad ke-13, menceritakan bahwa di Asia Tenggara tumbuh dua kerajaan besar dan kaya, yaitu di Jawa dan Sriwijaya. Sumber lainnya adalah tambo dinasti Tang dari Cina yang memuat tentang kerjaan Holing dan kerajaan Sriwijaya serta tambo dinasti Ming yang membicarakan kemajuan perdagangan zaman pada kerajaan Majapahit. Berita Fa Hsien yang menyebut Tarumanegara atau Jawa dengan sebutan Yepoti dalam bukunya Fo Kwa Chi. Seorang Musafir bernama I-Tsing yang pernah datang di Indonesia (di kerajaan Sriwijaya dan belajar di sana) mengatakan bahwa Sriwijaya adalah kerajaan yang maju perdagangannya.
Kemudian Hwining dalam perjalanannya singgah di kerajaan Holing dan bekerja sama dengan Jnanabhadra untuk menerjemahkan kitab Hastadandasastra dalam bahasa Sanskerta (mereka berada di kerajaan Holing selama tiga tahun). Banyak juga catatan dari Spanyol, India, Arab, dan Belanda.
3) Sumber tertulis setempat tidak sezaman
Sumber ini adalah sumber yang ditulis lama sesudah peristiwa terjadi, mungkin sudah berdasarkan cerita dari mulut ke mulut atau berdasar cerita rakyat. Misalnya adalah, buku Babad Tanah Jawi dan kitab Pararaton (walaupun ada babad sezaman, tetapi tidak banyak).
2. Perkembangan penulisan sejarah di Indonesia
Dalam penulisan kisah sejarah di Indonesia bukanlah hanya sekadar menyusun ataupun merangkai fakta-fakta dari hasil penelitian, melainkan juga menyampaikan pendirian dan pikiran melalui interpretasi sejarah yang di dasarkan pada hasil penelitian. Dalam perkembangan selanjutnya penulisan kisah sejarah mengalami banyak kemajuan, yaitu dengan adanya gagasan baru dalam penulisan sejarah. Setelah Indonesia merdeka sejarah telah menjadi ilmu yang wajib untuk dipelajari oleh para pelajar, mahasiswa dan rakyatnya serta diteliti kebenarannya dengan teori dan metode modern. Hal ini dikarenakan oleh nation building, yaitu sejarah nasional akan mewujudkan kristalisasi identitas suatu bangsa, serta membudayakan ilmu sejarah dalam masyarakat Indonesia yang menuntut pertumbuhan pada rakyat, dan meningkatkan kesejahteraan sejarah tentang perkembangan bangsa-bangsa.
Jika kita lihat, secara garis besar ada tiga jenis penulisan sejarah (historiografi) Indonesia yaitu secara tradisional, kolonial dan nasional
a. Penulisan sejarah tradisional atau historiografi tradisional
Penulisan sejarah tradisional adalah penulisan sejarah yang dimulai sejak zaman Hindu hingga masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia. Penulisan sejarah pada zaman ini dipusatkan pada masalah-masalah pemerintahan dari raja-raja yang berkuasa, yang bersifat istanasentris dengan mengutamakan keinginan dan kepentingan rajanya. Penulisan sejarah di zaman pengaruh Hindu-Buddha pada umumnya ditulis di prasasti yang bertujuan agar generasi penerus dapat mengetahui peristiwa di zaman kerajaan pada masa lampau di mana seorang raja memerintah, contohnya kitab Panji zaman Kameswara, kitab Arjunawiwaha zaman Erlangga, serta kitab Baratayuda dan Gatotkacasraya pada zaman Kediri ketika masa Raja Jayabaya. Kitab Gatotkacasraya ini memuat unsur javanisasi, yaitu mulai muncul dewa asli Jawa, adalah Punakawan (Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong). Walaupun jika dilihat dari segi wajah kurang, tokoh ini bijak dan memiliki kemampuan yang sangat luar biasa.
Setelah agama Islam masuk Nusantara, maka terjadilah proses akulturasi kebudayaan yang kemudian akan menghasilkan bentuk baru dalam penulisan sejarah Nusantara. Bentuk penulisan itu adalah mulai digunakannya kitab sebagai pengganti prasasti, contohnya adalah dibuatnya Babad Tanah Jawi dan Babad Cirebon. Penulisan berbagai peristiwa yang terjadi pada masa raja-raja Islam ditulis berdasarkan petunjuk raja yang berguna untuk kepentingan kerajaan, misalkan adalah pada kitab Bustanus Salatina. Kitab ini menuliskan tentang sejarah Aceh, dan juga berisi kehidupan politik yang ada pada masa Islam di Aceh, kehidupan masyarakat, sosial,soal agama Islam, dan ekonomi.
Penulisan sejarah tradisional, umumnya lebih menekankan pada beberapa hal berikut.
1) Hanya membahas aspek tertentu saja, misalnya hanya aspek keturunan (genealogi saja) atau hanya diutamakan aspek kepercayaan atau religius saja).
2) Hanya membicarakan suatu peristiwa tertentu yang dianggap penting dan perlu ditanamkan di tengah masyarakatnya yang bertujuan untuk kepentingan istana belaka.
3) Hanya mengedepankan sejarah keturunan dari satu raja kepada raja berikutnya.
4) Kebanyakan sejarah tradisional hanya memuat biografi tokoh-tokoh terkemuka yang ada di masa kekuasaannya saja.
5) Sejarah tradisional hanya menekankan pada struktur bukan prosesnya.
Dalam penulisan sejarah tersebut tradisi masyarakat dan peran tokoh sangat diutamakan dikarenakan adanya gambaran raja kultus dalam metode penulisannya, seperti di zaman
Raja Kertanegara. Akantetapi, penulisan sejarah tradisional juga sangat berarti bagi penelusuran sejarah di masa lalu.
b. Penulisan sejarah kolonial atau historiografi kolonial
Penulisan kisah sejarah kolonial ini adalah penulisan sejarah yang sifatnya eropasentris. Tujuan dari penulisan sejarah penulisan ini adalah berguna untuk memperkokoh kekuasaan mereka di Nusantara. Penulisan sejarah yang berfokus pada barat ini jelas sangat merendahkan derajat bangsa Indonesia pada masa itu dan hanya mengunggulkan derajat bangsa Eropa, misalnya adalah pada waktu pemberontakan kaum Padri dan pemberontakan Diponegoro dimana tokoh tersebut oleh bangsa Eropa dianggap sebagai pemberontak, sedangkan Daendels sendiri dianggap sebagai figur yang berguna. Tulisan mereka dianggap sebagai propaganda penjajahan dan pembenaran penjajahan di Indonesia. Padahal pada kenyataannya itu adalah penindasan. Akan tetapi, ada juga penulis Eropa yang cukup objektif dalam membuat kisah sejarah, misalnya adalah Dr. Van Leur dengan karya tulisannya yang berjudul Indonesian Trade and Society dan karya Dr. Schrieke, Indonesia Sociological Studies, yang didalamnya memaparkan perdagangan dan masyarakat Nusantara. Dari dasar pemikiran sarjana Belanda tersebut kemudian dirumuskan kembali secara sistematik oleh Dr. Sartono Kartodirdjo dengan pendekatan
multidimensional, yaitu pendekatan dalam penulisan sejarah dengan beberapa ilmu sosial, sosiologi, ekonomi, dan antropologi.
c. Penulisan sejarah nasional atau historiografi nasional
Penulisan sejarah historiografi nasional adalah penulisan sejarah yang sifatnya Indonesia sentris, dengan menggunakan metodologi sejarah Indonesia dan dengan pendekatan multidimensional. Jadi, penulisannya dilihat dari sisi kepentingan nasional. Historiografi nasional ini dirintis oleh Profesor Doktor Sartono Kartodirdjo. Dalam kisah historiografi nasional akan terungkap betapa pedihnya keadaan ketika di zaman pergerakan nasional Indonesia oleh penjajahan barat sehingga akan membangkitkan semangat rakyat Indonesia untuk merdeka. Historiografi nasional ini juga akan mengungkapkan bagaimana rakyat mengisi kemerdekaan Indonesia yang telah teraih pada saat 17 Agustus 1945 itu agar menjadi negara yang maju dan dihormati oleh bangsa lain.
Di dalam perkembangannya, penulisan sejarah di Indonesia umumnya bersifat naratif yang didalamnya mengungkapkan fakta mengenai apa, siapa, kapan, dan di mana dan juga menerangkan bagaimana itu bisa terjadi. Ini bertujuan supaya sejarah dapat mengikuti perkembangan ilmu lainnya maka penulisannya juga harus meminjam dan menggunakan konsep ilmu-ilmu sosial dan diuraikan secara sistematis.
Ada beberapa pendekatan yang digunakan dalam perkembangan penulisan sejarah yaitu sebagai berikut.
1) Dengan pendekatan sosiologi untuk melihat segi sosial peristiwa yang dikaji, misalnya adalah golongan masyarakat mana yang memelopori.
2) Dengan pendekatan antropologi untuk mengungkapkan nilai yang mendasari perilaku para tokoh sejarah, gaya hidup, status, dan sistem kepercayaan masa itu.
3) Dengan pendekatan politik untuk menyoroti struktur kekuasaan, tingkat sosial, jenis kepemimpinan, dan pertentangan kekuasaan.
Comments
Post a Comment