Skip to main content

Kepercayaan awal masyarakat Indonesia


Apa Kepercayaan awal masyarakat Indonesia? 

Sejak dari masa berburu dan mengumpulkan
makanan, orang mempunyai anggapan bahwa hidup tidak akan berhenti, walaupun orang tersebut sudah meninggal. Apabila ada orang mati maka ia akan dianggap pergi ke suatu
tempat yang lebih baik dan tenang dan untuk orang yang ditinggalkannya juga masih dapat berhubungan dengan orang yang sudah mati tersebut, yang berada di dunia lain.

Pada masyarakat berburu dan mengumpulkan diperkirakan juga telah mengenal adanya upacara penguburan sebab soal mati adalah hal
yang besar, yaitu adanya sesuatu yang di luar perhitungan dari manusia. Kesadaran adanya kekuatan gaib menjadi dasar kepercayaan mereka (yaitu animisme), ada juga kepercayaan dinamisme, adalah adanya benda yang dianggap penting dan dikeramatkan. Pada masa bercocok
tanam, masyarakatnya sudah mengenal kepercayaan gaib, adalah kekuatan di luar kekuatan manusia, misalnya adalah gunung meletus atau banjir. Mereka beranggapan adanya kekuatan alam yang luar biasa tersebut, pasti ada yang menggerakkan dan juga sedang murka. Mereka pada saat itu juga memuja arwah manusia yang telah meninggal. Menurut pendapat mereka, tempat roh itu adalah sangat tinggi, misalnya, ada di puncak-puncak gunung. Untuk turunnya roh nenek moyang, mereka akan mendirikan bangunan batu besar (bangunan Megalitikum) yang terbuat dari batu yang utuh dan dipahat dalam bentuk - bentuk tertentu. Bentuk nyata dari kepercayaan masyarakat bercocok tanam, adalah mereka menyembah roh nenek moyang (animisme) dan juga dengan menyembah benda yang memiliki kekuatan gaib (dinamisme).

Pada masa bercocok tanam dan perundagian juga telah menghasilkan bangunan megalitikum contohnya adalah seperti menhir, keranda, dolmen, dan kubur batu. Di dalam kubur batu itu terdapat bekal kubur, yaitu adalah bekal-bekal dari orang yang mati selama perjalanan menuju ke tempat alam baka. Selanjutnya adalah keluarga yang ditinggal akan selalu memberi sesaji di dolmen (tempat pemujaan roh), dimana di atas dolmen terdapat menhir. Hal pemujaan roh nenek moyang merupakan kegiatan yang sangat penting dalam suatu kehidupan rohani pada masa itu.

Jadi, kepercayaan awal masyarakat Indonesia adalah animisme dan dinamisme.

Comments

Popular posts from this blog

Tata Penulisan (Lettering) Pada Peta

Seperti apasih Tata Penulisan (Lettering) yang benar dalam peta itu? Pada peta juga terdapat aturan-aturan dalam cara penulisan pada suatu objek-objek geografi. Setidak-tidaknya disini Terdapat empat aturan penulisan dalam peta yang harus kita patuhi, lihatlah pada (Gambar 1.12). Dibawah ini adalah beberapa aturan atau tanda untuk penulisan nama - nama suatu objek dalam peta 1) pada nama-nama ibu kota, negara, benua, dan pegunungan itu haruslah ditulis dengan menggunakan huruf kapital tegak. 2) untuk nama-nama samudra, nama teluk yang luas, laut, dan nama selat yang luas, maka harus ditulis dengan menggunakan huruf kapital miring. 3) untuk nama-nama kota kecil dan gunung haruslah ditulis dengan menggunakan huruf kecil tegak. Pada awal nama kota dan gunung ditulis dengan huruf besar. 4) sedangkan untuk nama-nama perairan seperti sungai, danau, selat yang sempit, dan nama teluk yang sempit juga haruslah ditulis dengan huruf kecil miring. Itulah beberapa aturan penamaa...

Ciri - Ciri Tari Primitif

Berikut ini adalah ciri - ciri lengkap tari Primitif di Indonesia. Tari primitif adalah tari yang berkembang di daerah yang saat itu menganut kepercayaan animisme, dan dinamisme. Tari ini merupakan tari yang ditujukan untuk memuja roh para leluhur dan estetika seni. Tari primitif biasanya adalah wujud dan kehendak berupa pernyataan maksud dari permohonan tarian tersebut dilaksanakan. Ciri tari yang ada pada zaman primitif adalah adanya kesederhanaan pada kostum atau pakaian, gerak dan iringan. Tujuan utama dari tarian primitif ini adalah untuk mewujudkan suatu kehendak tertentu, sehingga ekspresi yang dilakukan itu berhubungan dengan permintaan yang diinginkan kepada leluhur. Ciri-ciri tari primitif antara lain adalah:  gerak dan iringannya sangatlah sederhana, yaitu berupa hentakan kaki, tepukan tangan / simbol suara ataupun gerak-gerak saja yang dilakukan tanpa iringan alat musik. • Gerakan dilakukan untuk tujuan tertentu misalnya adalah untuk menirukan gerak binatang k...

Apa itu Teknik Bivalve dan A Cire Perdue?

Bivalve Teknik Bivalve dan A Cire Perdue adalah teknik pencetakan atau pembuatan benda - benda dari logam maupun perunggu. Teknik ini sudah digunakan sejak zaman kebudayaan perunggu. Cara bivalve, adalah teknik yang dilakukan dengan cara menggunakan cetakan batu, yang terdiri atas dua buah bagian dimana diikat menjadi satu. Pada lelehan logam lalu dituangkan, dan kenudian tunggu hingga membeku. Setelah membeku, maka cetakan tersebut bisa dibuka. Kelebihannya adalah alat ini dapat digunakan hingga beberapa kali. Cara a cire perdue atau cara tuangan lilin, adalah teknik membuat model suatu benda dari lilin yang kemudian dibungkus menggunakan tanah liat dan pada bagian atasnya diberi sebuah lubang, kemudian dibakar sehingga membuat lapisan lilin di dalamnya akan meleleh dan keluar melalui lubang. Dari bagian lubang itu juga dituangkan dengan lelehan logam sampai penuh. Setelah logam lelehan membeku, kemudian model dari tanah liat dipecahkan dan hasil cetakan dari logam b...