Skip to main content

Menghubungkan Isi Puisi dengan Realitas Alam, Sosial Budaya, dan Masyarakat

Bagaimanakah dan seperti apa cara Menghubungkan Isi Puisi dengan Realitas Alam, Sosial Budaya, dan Masyarakat?

Pada pembelajaran sebelumnya Anda telah mempelajari cara membuat puisi, mendengarkan puisi, menganalisis unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik puisi, serta belajar menemukan nilai-nilai yang terkandung dalam sebuah puisi. Kemampuan atau wawasan yang telah Anda peroleh itu merupakan bekal yang sangat penting untuk mempelajari keterhubungan isi suatu puisi dengan realitas kehidupan, baik hubungannya dengan alam, sosial budaya, maupun hubungannya dengan masyarakat. Munculnya gagasan atau ide untuk membuat suatu puisi selalu dipengaruhi atau dilatari dengan realitas kehidupan yang dialami oleh penyair itu sendiri. Sebagai mahluk sosial, penyair merupakan anggota suatu kelompok masyarakat yang memiliki kehidupan sosial yang beraneka ragam. Keberadaan penyair di tengah-tengah kelompok masyarakat sosial secara tidak langsung akan memberikan pengaruh terhadap karya yang dihasilkannya. Namun, akan berbeda dengan
kelompok lainnya dalam menyikapi kehidupan yang melatarinya. Untuk mempermudah menemukan hubungan isi puisi dengan realitas kehidupan, parafrasekan terlebih dahulu puisi tersebut untuk lebih memahami gagasan yang terkandung di dalamnya, kemudian
bacalah secara berulang-ulang.

Perhatikanlah contoh puisi berikut ini.

Gadis Peminta-minta
Setiap kita bertemu, gadis kecil berkaleng kecil
Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
Tengadah padaku, pada bulan merah jambu
Tapi kotaku jadi hilang tanpa jiwa.
Ingin aku ikut, gadis kecil berkaleng kecil
Pulang kebawah jembatan yang melulur sosok
Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan
Gembira dari kemayaan riang.
Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral
Melintas-lintas di atas air kotor, tapi yang begitu kauhafal
Jiwa begitu murni, terlalu murni
Untuk bisa membagi dukaku.
Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil
Bulan di atas itu tak ada yang punya
Dan kotaku, ah kotaku
Hidupnya tak lagi punya tanda.
Toto Sudarto Bachtiar, Suara

Sumber : teori dan apresiasi puisi, 1995


Kehidupan sosial suatu masyarakat, baik secara individu maupun kelompok, dapat dijadikan bahan untuk penciptaan puisi. Corak kehidupan masyarakat yang bisa diangkat atau dituangkan ke dalam sebuah puisi bisa beraneka ragam, misalnya kisah percintaan,
pandangan hidup, adat kebiasaan, atau perilaku suatu kelompok masyarakat di luar masalah politik. Ada beberapa langkah yang bisa kita lakukan untuk bisa menemukan unsur kehidupan sosial masyarakat serta sikap penyair terhadapnya melalui sebuah puisi.

Langkah-langkah itu diantaranya adalah :
1. membaca puisi yang bersangkutan secara berulang-ulang agar Anda mampu menemukan makna keseluruhan puisi tersebut;
2. mengidentifikasi dan menyimpulkan judul puisi, kata-kata, larik, atau kalimat di dalamnya;
3. mengidentifikasi hubungan makna antara larik yang satu dengan larik lainnya untuk memahami satuan makna yang terdapatdalam bait puisi;
4. mengidentifikasi unsur sosial kehidupan yang di kemukakan penyair;
5. mengidentifikasi sikap penyair terhadap unsur kehidupan yang dimaksud.

Dalam puisi di atas, Toto Sudarto Bachtiar hendak menyampaikan sebuah realitas sosial mengenai kehidupan kaum tuna wisma. Toto sengaja memilih menggambarkannya melalui seorang gadis kecil untuk memberi efek agar pembaca dapat memahami penderitaan kaum tersebut. Mereka tidak berdaya menghadapi kerasnya kehidupan kota. Namun, dibalik itu semua, sebenarnya setiap manusia memiliki harkat (martabat) yang sama. Perbedaan kekayaan, pangkat, dan kedudukan seseorang, tidak boleh menjadi sebab adanya pembedaan perlakuan terhadap kemanusiaan seseorang. Para penyair memiliki kepekaan perasaan yang begitu dalam mengenai hal ini. Jika kebanyakan pembaca menganggap bahwa pengemis kecil yang minta-minta di pinggir jalan sebagai sampah masyarakat,

sebagai manusia yang tidak berharga, maka penyair mengatakan dengan tegas bahwa martabat gadis peminta-minta itu sama derajatnya dengan martabat manusia lainnya. Martabatnya lebih tinggi dari menara Katedral. Bahkan jika gadis kecil itu mati, kota Jakarta akan kehilangan jiwa sebab dunianya tidak mempunyai tanda lagi.

Comments

Popular posts from this blog

Tata Penulisan (Lettering) Pada Peta

Seperti apasih Tata Penulisan (Lettering) yang benar dalam peta itu? Pada peta juga terdapat aturan-aturan dalam cara penulisan pada suatu objek-objek geografi. Setidak-tidaknya disini Terdapat empat aturan penulisan dalam peta yang harus kita patuhi, lihatlah pada (Gambar 1.12). Dibawah ini adalah beberapa aturan atau tanda untuk penulisan nama - nama suatu objek dalam peta 1) pada nama-nama ibu kota, negara, benua, dan pegunungan itu haruslah ditulis dengan menggunakan huruf kapital tegak. 2) untuk nama-nama samudra, nama teluk yang luas, laut, dan nama selat yang luas, maka harus ditulis dengan menggunakan huruf kapital miring. 3) untuk nama-nama kota kecil dan gunung haruslah ditulis dengan menggunakan huruf kecil tegak. Pada awal nama kota dan gunung ditulis dengan huruf besar. 4) sedangkan untuk nama-nama perairan seperti sungai, danau, selat yang sempit, dan nama teluk yang sempit juga haruslah ditulis dengan huruf kecil miring. Itulah beberapa aturan penamaa...

Apa itu Teknik Bivalve dan A Cire Perdue?

Bivalve Teknik Bivalve dan A Cire Perdue adalah teknik pencetakan atau pembuatan benda - benda dari logam maupun perunggu. Teknik ini sudah digunakan sejak zaman kebudayaan perunggu. Cara bivalve, adalah teknik yang dilakukan dengan cara menggunakan cetakan batu, yang terdiri atas dua buah bagian dimana diikat menjadi satu. Pada lelehan logam lalu dituangkan, dan kenudian tunggu hingga membeku. Setelah membeku, maka cetakan tersebut bisa dibuka. Kelebihannya adalah alat ini dapat digunakan hingga beberapa kali. Cara a cire perdue atau cara tuangan lilin, adalah teknik membuat model suatu benda dari lilin yang kemudian dibungkus menggunakan tanah liat dan pada bagian atasnya diberi sebuah lubang, kemudian dibakar sehingga membuat lapisan lilin di dalamnya akan meleleh dan keluar melalui lubang. Dari bagian lubang itu juga dituangkan dengan lelehan logam sampai penuh. Setelah logam lelehan membeku, kemudian model dari tanah liat dipecahkan dan hasil cetakan dari logam b...

Ciri - Ciri Tari Primitif

Berikut ini adalah ciri - ciri lengkap tari Primitif di Indonesia. Tari primitif adalah tari yang berkembang di daerah yang saat itu menganut kepercayaan animisme, dan dinamisme. Tari ini merupakan tari yang ditujukan untuk memuja roh para leluhur dan estetika seni. Tari primitif biasanya adalah wujud dan kehendak berupa pernyataan maksud dari permohonan tarian tersebut dilaksanakan. Ciri tari yang ada pada zaman primitif adalah adanya kesederhanaan pada kostum atau pakaian, gerak dan iringan. Tujuan utama dari tarian primitif ini adalah untuk mewujudkan suatu kehendak tertentu, sehingga ekspresi yang dilakukan itu berhubungan dengan permintaan yang diinginkan kepada leluhur. Ciri-ciri tari primitif antara lain adalah:  gerak dan iringannya sangatlah sederhana, yaitu berupa hentakan kaki, tepukan tangan / simbol suara ataupun gerak-gerak saja yang dilakukan tanpa iringan alat musik. • Gerakan dilakukan untuk tujuan tertentu misalnya adalah untuk menirukan gerak binatang k...