Skip to main content

Menulis Cerpen



Seperti apasih menulis cerpen? bagaimana ciri - cirinya? mari kita bahas cara Menulis Cerpen disini

Apakah Anda sering menemukan cerpen di surat kabar? Pernahkah juga Anda membaca cerpen tersebut? Nah, sekarang apakah Anda juga pernah menulis cerpen? Kembangkanlah cerita menarik Anda dengan penokohan dan alur yang baik. Dengan begitu, akan diperoleh suatu karya sastra yang baik pula. Akan lebih baik lagi jika Anda tentukan pula tema yang akan kamu tulis. Jadi, cerpen yang ditulis oleh Anda akan memenuhi unsur-unsur cerpen yang ada.

Unsur utama yang harus Anda bentuk saat akan membuat cerpen adalah ide cerita. Ide cerita dapat diperoleh dari pengalaman, pengamatan, atau muncul secara tiba-tiba. Setelah ide cerita diperoleh, mulailah dengan menentukan tema. Tema sangatlah penting karena mengikat seluruh bagian cerpen. bertanyalah pada diri sendiri: "Apa yang ingin kukata kan dengan cerpen ini?"Biasanya tema itu dituliskan hanya dalam sebuah kalimat pendek,  isalnya  "Peristiwa dalam Lift." Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh, kamu dapat membuat garis besar jalan cerita (outline) yang merupakan rincian tema. Garis besar jalan cerita dapat kamu tulis seperti halnya membuat kerangka karangan. Jika kerangka cerpen sudah dibuat, kamu akan mudah mengembangkannya menjadi cerita pendek yang utuh. Misalnya, dari tema "Peristiwa dalam Lift", Anda membuat rincian tema sebagai berikut:

1. Saat menuju lift kantor
2. Bertemu dengan seorang perempuan muda di dalam lift.
3. Gambaran perempuan itu yang begitu sempurna.
4. Tidak ada keberanian untuk menyapa atau mengajak
bicara perempuan itu.
5. Pertemuan itu adalah pertemuan pertama dan terakhir.

Setelah mencatat rincian ide cerita, Anda dapat me ngembangkannya sesuai gaya bercerita Anda. Jalan cerita dapat Anda susun secara bertautan sehingga membentuk alur yang utuh dan menarik. Berikut contoh pengembangannya.

Dalam Lift
Sehabis menghadiri rapat rutin yang dihadiri oleh sejumlah guru besar pensiunan di lantai 27 sebuah gedung bertingkat, aku buru-buru menuju lift. Di depan pintu kelihat an seorang perempuan muda. Untuk pertama kalinya sejak entah berapa puluh tahun ter akhir ini aku me rasa ada sesuatu yang ber gerak-gerak aneh dalam pikiranku. Alangkah elok anak pe rawan ini, dipandang dari jauh bagaikan anak dagang yang rawan, yang bercinta kah sesuatu, yang tak mudah diperolehnya. Barangsiapa meman dangnya, tak dapat tiada akan tertarik oleh suatu tali rahasia, yang meng ikat hati. Begitu kata pengarang Sitti Nurbaya. Ia mungkin seorang sekretaris, mungkin se orang tamu di salah satu kantor di gedung itu, atau mungkin entah apa. Apa peduliku? Ya, tapi aku peduli. Sayang, kosa kataku ternyata tidak cukup untuk menggambarkannya, apalagi mengungkap kan ricik air, atau semilir angin, atau langkah kaki hujan yang  bergerak dalam pikiranku. Semuanya terasa hambar dan klise belaka. Padahal aku ingin sekali menggambar kan perempuan itu, sebab dengan begitu setidaknya bisa merasa agak tentram. Begini saja, biar kupinjam beberapa larik lagi dari Sitti Nurbaya, yang menggamarkan keelokan tubuh dan paras seorang gadis yang sampai hari ini tidak pernah tergoyahkan dalam angan-anganku. Pakaian anak gadis ini sebagai pakaian anak Belanda. Di tangan kanannya adalah sebuah payung sutera kuning muda, yang berbunga dan berpinggir hijau. Pandangan matanya tenang dan lembut, sebagai janda baru bangun tidur. Jika ia minum, seakan-akan terbayangkanlah air yang diminumnya di dalam kerongkongannya.
Aku sama sekali tidak berani mengajaknya bicara, sebab khawatir jika mendengar suaranya, terlalailah daripada suatu pekerja an. Aku tidak mau lalui dalam pekerjaanku. Sampai pemberhentian di lantai satu, tidak ada orang lain yang masuk. Perempuan muda itu tetap berada dalam lift, berdua saja denganku. Pintu terbuka dan ka-mi keluar. Seperti ketika masuk, ia kupersilakan keluar duluan. Seperti juga ketika masuk, ia tersenyum, lalu cepat-cepat keluar, berbelok ke kiri entah ke mana. Aku harus ke kanan, mening galkan gedung. Kami pun ber pisah, dan sampai sekarang ia tak pernah kujumpai lagi.

Sumber: Kumpulan Cerpen Membunuh Orang Gila, 2003




Cerita tersebut betul-betul disajikan sangat pendek, namun padat isi. Cerita sangat pendek (short short story) seperti ini mulai dikembangkan Sapardi. Meskipun sangat pendek, kita tetap dapat memahami unsur-unsur dan maknanya yang multi-interpretasi.

Comments

Popular posts from this blog

Tata Penulisan (Lettering) Pada Peta

Seperti apasih Tata Penulisan (Lettering) yang benar dalam peta itu? Pada peta juga terdapat aturan-aturan dalam cara penulisan pada suatu objek-objek geografi. Setidak-tidaknya disini Terdapat empat aturan penulisan dalam peta yang harus kita patuhi, lihatlah pada (Gambar 1.12). Dibawah ini adalah beberapa aturan atau tanda untuk penulisan nama - nama suatu objek dalam peta 1) pada nama-nama ibu kota, negara, benua, dan pegunungan itu haruslah ditulis dengan menggunakan huruf kapital tegak. 2) untuk nama-nama samudra, nama teluk yang luas, laut, dan nama selat yang luas, maka harus ditulis dengan menggunakan huruf kapital miring. 3) untuk nama-nama kota kecil dan gunung haruslah ditulis dengan menggunakan huruf kecil tegak. Pada awal nama kota dan gunung ditulis dengan huruf besar. 4) sedangkan untuk nama-nama perairan seperti sungai, danau, selat yang sempit, dan nama teluk yang sempit juga haruslah ditulis dengan huruf kecil miring. Itulah beberapa aturan penamaa...

Ciri - Ciri Tari Primitif

Berikut ini adalah ciri - ciri lengkap tari Primitif di Indonesia. Tari primitif adalah tari yang berkembang di daerah yang saat itu menganut kepercayaan animisme, dan dinamisme. Tari ini merupakan tari yang ditujukan untuk memuja roh para leluhur dan estetika seni. Tari primitif biasanya adalah wujud dan kehendak berupa pernyataan maksud dari permohonan tarian tersebut dilaksanakan. Ciri tari yang ada pada zaman primitif adalah adanya kesederhanaan pada kostum atau pakaian, gerak dan iringan. Tujuan utama dari tarian primitif ini adalah untuk mewujudkan suatu kehendak tertentu, sehingga ekspresi yang dilakukan itu berhubungan dengan permintaan yang diinginkan kepada leluhur. Ciri-ciri tari primitif antara lain adalah:  gerak dan iringannya sangatlah sederhana, yaitu berupa hentakan kaki, tepukan tangan / simbol suara ataupun gerak-gerak saja yang dilakukan tanpa iringan alat musik. • Gerakan dilakukan untuk tujuan tertentu misalnya adalah untuk menirukan gerak binatang k...

Apa itu Teknik Bivalve dan A Cire Perdue?

Bivalve Teknik Bivalve dan A Cire Perdue adalah teknik pencetakan atau pembuatan benda - benda dari logam maupun perunggu. Teknik ini sudah digunakan sejak zaman kebudayaan perunggu. Cara bivalve, adalah teknik yang dilakukan dengan cara menggunakan cetakan batu, yang terdiri atas dua buah bagian dimana diikat menjadi satu. Pada lelehan logam lalu dituangkan, dan kenudian tunggu hingga membeku. Setelah membeku, maka cetakan tersebut bisa dibuka. Kelebihannya adalah alat ini dapat digunakan hingga beberapa kali. Cara a cire perdue atau cara tuangan lilin, adalah teknik membuat model suatu benda dari lilin yang kemudian dibungkus menggunakan tanah liat dan pada bagian atasnya diberi sebuah lubang, kemudian dibakar sehingga membuat lapisan lilin di dalamnya akan meleleh dan keluar melalui lubang. Dari bagian lubang itu juga dituangkan dengan lelehan logam sampai penuh. Setelah logam lelehan membeku, kemudian model dari tanah liat dipecahkan dan hasil cetakan dari logam b...