Skip to main content

Apa itu Makna Denotatif dan Konotatif?

Berikut adalah penjelasan lengkap tentang Makna Denotatif dan Konotatif.
Makna denotatif adalah makna sebenarnya atau makna yang memang sesuai dengan pengertian yang dikandung oleh kata tersebut. Kata makan artinya adalah memasukkan sesuatu ke dalam mulut , dikunyah, dan ditelan. Arti kata makan  itu adalah makna denotatif. Jadi, makna denotatif disebut juga dengan sebutan makna umum. Sedangkan makna konotatif adalah bukan makna yang sebenarnya. Dengan kata lain, makna kias atau makna tambahan. Contoh kata putih bisa berarti dengan suci atau tulus tapi juga dapat bermakna menyerah atau makna polos.

Penggunaan kata bermakna konotatif juga berkaitan dengan nilai rasa, baik nilai rasa rendah maupun nilai tinggi. Contohnya adalah kata gerombolan dan kumpulan secara denotatif yang bermakna sama, yaitu kelompok manusia. Dua pasang kata itu meskipun bermakna denotasi sama, tapi secara konotasi mempunyai nilai rasa berbeda. Kata gerombolan mempunyai nilai rasa rendah, sedangkan kata kumpulan yang bernilai rasa tinggi.

Jadi, kata gerombolan memiliki nilai rasa lebih rendah bahkan berkonotasi negatif dari kata kumpulan. Hal ini dapat terbukti pada frasa gerombolan pengacau bukan kumpulan pengacau.

Masih banyak kata yang secara denotatif memiliki kesamaan arti, tapi pada konotasinya berbeda nilai rasa. Beberapa kata bahkan bisa dikonotasikan secara negatif, misalnya adalah kata kebijaksanaan. Kata ini menurut arti yang sebenarnya ialah kelakuan atau tindakan arif dalam menghadapi suatu masalah. Namun banyak penggunaan kata kebijaksanaan yang menyeleweng dari arti sebenarnya. Kata kebijaksanaan dapat dikonotasikan dengan permintaan agar urusan bisa lancar. Hal yang sama terjadi pula pada pemakaian kata pengertian. Di dalam kalimat Pembagian kompor gas ini memang tidak dipungut oleh bayaran, tapi kami mohon pengertiannya, kata pengertian yang memiliki makna lain yaitu, minta imbalan walau sedikit dan sebagainya.

Konotasi juga bisa memberikan nilai rasa halus dan kasar. Untuk sekelompok masyarakat yang merupakan pemakai bahasa tertentu, sebuah atau beberapa kata bisa bernilai rasa kasar, tapi pada kelompok masyarakat lainnya  malah dirasakan biasa saja atau wajar saja, misalnya adalah kata laki- bini untuk kalangan masyarakat Melayu yang dianggap biasa saja, padahal untuk kalangan masyarakat intelek, itu dianggap kasar lho.
Contoh lainnya


Kata-kata berkonotasi halus disebut juga dengan istilah yang disebut ameliorasi dan yang berkonotasi kasar disebut peyorasi. Kata-kata bernilai rasa halus biasa digunakan untuk pemakaian bahasa dalam situasi resmi, sebaliknya kata-kata bernilai rasa kasar biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari ataupun di dalam suasana yang nonformal.

Pada prosa fiksi khususnya cerpen atau novel populer, sering terdapat bentuk-bentuk percakapan sehari-hari atau bahasa gaul. Dalam sastra yang populer, pengarang lebih bebas menggunakan kata-kata yang dianggapnya sesuai dengan karakter tokoh. Dalam bercerita pun, penulis populer cenderung lebih menyajikan bahasa yang segar dan komunikatif yang sesuai dengan peminat cerpen atau novel yang kebanyakan pada kalangan remaja. Hal itu juga untuk membangun latar atau suasana yang memang sesuai dengan tema-tema populer yang dipilihnya seperti tema tentang cinta, pergaulan remaja, atau permasalahan yang berada di sekolah.

Untuk novel atau cerpen sastra, penggunaan bahasanya lebih selektif.

Dalam prosa sastra atau sastra klasik, bahasa termasuk juga menjadi faktor penentu kualitas pengarang dan karyanya yang masih menekankan pada unsur estetika. Bahasa yang dipergunakan akan menjadi ciri khas tersendiri dari pengarangnya itu,dalam mengolah cerita. Penggunaan bahasa nonformal biasanya juga terdapat pada tema-tema tertentu yang memang mengusung sebuah latar budaya yang sesuai ataupun untuk percakapan tokoh yang memang memiliki karakter bicara seperti itu.

Comments

Popular posts from this blog

Tata Penulisan (Lettering) Pada Peta

Seperti apasih Tata Penulisan (Lettering) yang benar dalam peta itu? Pada peta juga terdapat aturan-aturan dalam cara penulisan pada suatu objek-objek geografi. Setidak-tidaknya disini Terdapat empat aturan penulisan dalam peta yang harus kita patuhi, lihatlah pada (Gambar 1.12). Dibawah ini adalah beberapa aturan atau tanda untuk penulisan nama - nama suatu objek dalam peta 1) pada nama-nama ibu kota, negara, benua, dan pegunungan itu haruslah ditulis dengan menggunakan huruf kapital tegak. 2) untuk nama-nama samudra, nama teluk yang luas, laut, dan nama selat yang luas, maka harus ditulis dengan menggunakan huruf kapital miring. 3) untuk nama-nama kota kecil dan gunung haruslah ditulis dengan menggunakan huruf kecil tegak. Pada awal nama kota dan gunung ditulis dengan huruf besar. 4) sedangkan untuk nama-nama perairan seperti sungai, danau, selat yang sempit, dan nama teluk yang sempit juga haruslah ditulis dengan huruf kecil miring. Itulah beberapa aturan penamaa

Ciri - Ciri Tari Primitif

Berikut ini adalah ciri - ciri lengkap tari Primitif di Indonesia. Tari primitif adalah tari yang berkembang di daerah yang saat itu menganut kepercayaan animisme, dan dinamisme. Tari ini merupakan tari yang ditujukan untuk memuja roh para leluhur dan estetika seni. Tari primitif biasanya adalah wujud dan kehendak berupa pernyataan maksud dari permohonan tarian tersebut dilaksanakan. Ciri tari yang ada pada zaman primitif adalah adanya kesederhanaan pada kostum atau pakaian, gerak dan iringan. Tujuan utama dari tarian primitif ini adalah untuk mewujudkan suatu kehendak tertentu, sehingga ekspresi yang dilakukan itu berhubungan dengan permintaan yang diinginkan kepada leluhur. Ciri-ciri tari primitif antara lain adalah:  gerak dan iringannya sangatlah sederhana, yaitu berupa hentakan kaki, tepukan tangan / simbol suara ataupun gerak-gerak saja yang dilakukan tanpa iringan alat musik. • Gerakan dilakukan untuk tujuan tertentu misalnya adalah untuk menirukan gerak binatang karen

Apa itu Teknik Bivalve dan A Cire Perdue?

Bivalve Teknik Bivalve dan A Cire Perdue adalah teknik pencetakan atau pembuatan benda - benda dari logam maupun perunggu. Teknik ini sudah digunakan sejak zaman kebudayaan perunggu. Cara bivalve, adalah teknik yang dilakukan dengan cara menggunakan cetakan batu, yang terdiri atas dua buah bagian dimana diikat menjadi satu. Pada lelehan logam lalu dituangkan, dan kenudian tunggu hingga membeku. Setelah membeku, maka cetakan tersebut bisa dibuka. Kelebihannya adalah alat ini dapat digunakan hingga beberapa kali. Cara a cire perdue atau cara tuangan lilin, adalah teknik membuat model suatu benda dari lilin yang kemudian dibungkus menggunakan tanah liat dan pada bagian atasnya diberi sebuah lubang, kemudian dibakar sehingga membuat lapisan lilin di dalamnya akan meleleh dan keluar melalui lubang. Dari bagian lubang itu juga dituangkan dengan lelehan logam sampai penuh. Setelah logam lelehan membeku, kemudian model dari tanah liat dipecahkan dan hasil cetakan dari logam b