Skip to main content

Apakah Konjungsi Bisa dijadikan Predikat?

Subjek-predikat-objek, kita tahu itu adalah pola dasar kalimat dalam bahasa Indonesia pada umumnya. Namun, di saat ini predikat dalam suatu kalimat sering kali hilang dan digantikan dengan konjungsi. Hilangnya sebuah predikat yang diganti konjungsi dalam kalimat akan membentuknya menjadi frasa. Tentu itu tak masalah kalau tersusun dalam tiga atau empat kata saja. Akantetapi, bagaimana kalau ternyata ada belasan atau puluhan kata di dalamnya? Coba lihat contohnya dibawah ini.

“Karto sebagai kepala desa di sebuah daerah terpencil, jauh dari ingar-bingar dan kegiatan ekonomi kota.”

Ini memang kalimat majemuk, tetapi kalimat intinya (kalaupun bisa disebut sebagai kalimat) tidak memiliki predikat. Kalimat semacam ini banyak dijumpai akhir-akhir ini dalam tulisan media massa. Penyebabnya, sering kali, adalah banyak orang menganggapnya konjungsi seperti “untuk” dan “karena” sebagai kata kerja. Padahal, konjungsi itu tak bisa dijadikan predikat. Susunan kata itu hanya akan menjadi frasa saja. Dalam contoh kalimat sebelumnya, konjungsi “sebagai” dianggap predikat. Konjungsi “sebagai” dalam kalimat itu bisa digantikan dengan “merupakan” atau “adalah”.

Ada juga kecenderungan lain untuk menjadikan nomina turunan dari kata kerja sebagai subjek dan itu malah menjadikan konjungsi sebagai predikatnya. Simak contoh seperti berikut ini.

“Kedatangannya di kepolisian untuk menjadi saksi.”

Kalimat majemuk ini tak memiliki predikat karena kata kerja “datang” diturunkan menjadi suatu nomina (kedatangan). Subjek pelakunya malah menjadi hilang. Akan lebih jernih seandainya kalimat ini diganti menjadi: “Ia datang ke kepolisian untuk menjadi saksi.” Dengan begini, kita akan menghindari ketaksaan atau keambiguan kalimat.

Menurut Liberty P Sihombing, sebenarnya kalimat tanpa predikat ini telah lazim ditemui dalam bahasa Indonesia. Dalam hal ini, contohnya pada kalimat yang ia sodorkan adalah “dia cantik”. Kalimat seperti ini mirip misalnya, dengan kalimat “Ferry kaya” atau “dia berhasil”. Ya, menurut dia pronomina dan kata sifat cukup untuk membentuk suatu kalimat.

Namun, contoh serupa ini tak bisa selalu diterapkan. Dalam kalimat majemuk, hal ini malah akan membingungkan dan menimbulkan keambiguan. Jadi sebaiknya sebatas digunakan dalam kalimat sederhana saja. Keambiguan seharusnya adalah yang dihindari dalam tulisan di media massa. Namun sayang, hal ini malah sering kali ditemui di masa sekarang ini.

Lebih jauh lagi, pada kebiasaan menjadikan konjungsi sebagai predikat akan memunculkan gejala penyimpangan lain. Karena konjungsi itu diperlakukan sebagai predikat, banyak yang mengira kalau konjungsi juga dapat diberi imbuhan seperti halnya dengan kata kerja. Mari kita lihat contoh kalimat berikut ini.


“Trotoar diperuntukkan untuk jalur pedestrian.”

Itu juga membingungkan. Konjungsi “untuk”, selain diperlakukan sebagai predikat, juga bahkan mendapat imbuhan selayaknya verba. Jadi, sebenarnya kalimat itu mempunyai dua konjungsi, walau konjungsi itu secara sintaksis (dipaksa) menjadi predikat. Kata “diperuntukkan” tentu secara morfologis tidak bisa diterima, karena konjungsi sendiri adalah kata yang tak mempunyai makna gramatikal. Kata “diperuntukkan” yang ada dalam kalimat itu bisa diganti dengan “ditujukan” agar tak bermasalah. Maka, dengan begitu, konjungsi “untuk” akan menjalani fungsinya secara benar.

Kita harus menyadari kalau konjungsi tak bisa mengisi peran predikat. Kebiasaan seperti ini jika terus berlanjut dapat menyebabkan kekeliruan lanjutan lainnya. Ya, anggap saja pengimbuhan terhadap konjungsi sebagai gejala awal. Tapi sayangnya, gejala ini malah dianggap wajar. Bahkan KBBI juga telah memasukkan “diperuntukkan” sebagai sublema di KBBI. Disayangkan sekali jika kekeliruan semacam ini pun malah sudah “dilegalkan” oleh Pusat Bahasa.

Penulis :
(Edy Sembodo)
*Penulis adalah editor sekaligus pengamat bahasa media

Sumber :
Liputan6.com

Comments

Popular posts from this blog

Tata Penulisan (Lettering) Pada Peta

Seperti apasih Tata Penulisan (Lettering) yang benar dalam peta itu? Pada peta juga terdapat aturan-aturan dalam cara penulisan pada suatu objek-objek geografi. Setidak-tidaknya disini Terdapat empat aturan penulisan dalam peta yang harus kita patuhi, lihatlah pada (Gambar 1.12). Dibawah ini adalah beberapa aturan atau tanda untuk penulisan nama - nama suatu objek dalam peta 1) pada nama-nama ibu kota, negara, benua, dan pegunungan itu haruslah ditulis dengan menggunakan huruf kapital tegak. 2) untuk nama-nama samudra, nama teluk yang luas, laut, dan nama selat yang luas, maka harus ditulis dengan menggunakan huruf kapital miring. 3) untuk nama-nama kota kecil dan gunung haruslah ditulis dengan menggunakan huruf kecil tegak. Pada awal nama kota dan gunung ditulis dengan huruf besar. 4) sedangkan untuk nama-nama perairan seperti sungai, danau, selat yang sempit, dan nama teluk yang sempit juga haruslah ditulis dengan huruf kecil miring. Itulah beberapa aturan penamaa

Klasifikasi Virus Berdasarkan Tempat Hidupnya

Klasifikasi Virus Berdasarkan Tempat Hidupnya a. Virus bakteri (bakteriofage) Bakteriofage adalah jenis virus yang menggandakan dirinya sendiri dengan cara menyerbu bakteri. Dibandingkan dengan kebanyakan virus lainnya, ia sangatkompleks dan mempunyai beberapa bagian berbeda yang telah diatur secara cermat. Semua jenis virus memiliki asam nukleat, yaitu pembawa gen yang diperlukan untuk menghimpun salinan-salinan virus di dalam sel makhluk hidup. Pada virus T4 asam nukleatnya adalah DNA, tapi pada banyak virus yang lainnya, termasuk virus penyebab AIDS, polio, dan flu, asam nukleatnya adalah pada RNA. Di virus RNA, RNA "baru" dibuat dengan cara menggandakan langsung RNA "lama" ataupun dengan cara lebih dulu membentuk potongan DNA pelengkap. mula-mula virus bakteriofage ditemukan oleh seorang ilmuwan Prancis yang bernama D'Herelle. Bentuk luarnya terdiri dari kepala yang berbentuk heksagonal, leher, dan ekor. Pada bagian dalam kepala mengandung dua p

Aturan Pakaian yang dipakai Untuk Kuliah

Apa saja sih standar pakaian yang dipakai untuk kuliah? Pakaian yang dipakai untuk kuliah adalah pakaian yang sopan, bebas juga rapi menurut kriteria universitas negeri ataupun swasta . Namun seperti apa pakaian yang sesuai kriteria tersebut? Kebanyakan, standar minimal pakaian yang boleh dikenakan untuk mengikuti kuliah bagi laki-laki adalah pakaian dengan baju berkerah bebas lengan panjang atau lengan pendek. Kemudian memakai celana panjang berbahan bebas, jeans, training ataupun lainnya. Untuk alas kaki yang dipakai adalah wajib memakai sepatu. Sepatu yang dipakai juga bebas boleh beragam warna, tidak harus pdl ataupun pdh. Biasanya pada setiap jurusan akan ada aturannya tersendiri. Style ala mahasiswa Style santai Style kalem Style cool abiss Siap ngojekin eneng deh :)   Pada setiap jurusan juga akan ada seragam khusus yang dipakai pada hari-hari tertentu. Terkadang harus memakai seragam khusus tersebut secara rapi yaitu dengan berdasi, baju dimasu