Tari Klasik adalah suatu tari yang telah mengalami kristalisasi artistik yang tinggi yang telah ada semenjak jaman feodal. Tari klasik ini pasti mempunyai nilai-nilai tradisional, sedangkan pada tarian tradisional belum tentu mempunyai nilai yang klasik, karena pada tari klasik selain berciri tradisional juga memiliki nilai keindahan yang tinggi. Untuk terminologi klasik berasal dari kata latin classic yang mempunyai arti golongan masyarakat yang tinggi pada jaman Romawi kuno. Di zaman Romawi, Tullius telah membagi masyarakat menjadi 6 golongan berdasarkan atas kekayaannya.
Dikatakan bahwa salah satu khas klasik itu adalah sesuatu yang mengandung nilai keindahan tinggi.
Tari Jawa gaya Yogyakarta adalah salah satu contoh tari klasik, sebab pada tarian tersebut telah tampak dengan jelas adanya pada bentuk - bentuk aturan baku yang sangat mengikat. Jenis geraknya juga sudah ditentukan mulai dari, posisi, komposisi termasuk pada pakaian dan dialognya juha. Dialog dalam drama tari Jawa adalah berupa jenis suara, yaitu tekanan yang tinggi, rendah, keras, serta lembut juga telah ditentukan dan ada standar yang mengikatnya.
Tari Jawa gaya yang Surakarta meskipun masih bisa dikatakan klasik tapi sedikit mendekati romantik. Sebenarnya ada beberapa standar ataupun pola, baik pada bentuk gerak hubungannya dengan komposisi dan pakaian maupun pada dialog, tapi tidak begitu mengikat. Geraknya akan lebih gemulai, pakaiannya lebih gemerlapan cahaya warna dan juga variasinya.
Sedangkan untuk dialognya lebih merupakan ekspresi emosi dari si penari yang lebih bersifat komunikatf.
Berikut ini adalah contoh beberapa tari Klasik yang ada di Indonesia
(1) Tari Bedhaya
Tari Bedhaya adalah tarian untuk wanita yang dibawakan oleh sembilan penari wanita dengan mengenakan busana sama. Tari Bedhaya ini mengisahkan sebuah cerita. Tari Bedhaya pada dahulu merupakan kelengkapan kebesaran pada sebuah keraton, baik keraton Surakarta maupun juga keraton Yogyakarta. Tari Bedhaya yang merupakan pelengkap kebesaran dari seorang raja ini ada satu yang dianggap cukup sakral oleh keraton Surakarta yaitu Bedhaya Ketawang, sedangkan di Yogyakarta adalah Bedhaya Semang.
Dari dua jenis diatas yang paling dianggap sakral adalah Bedhaya Ketawang yang biasa dipertunjukkan pada peringatan hari ulang tahun penobatan Susuhunan di atas tahta.
(2) Tari Srimpi
Semua penari Srimpi ialah gadis-gadis dari keturunan bangsawan, kemenakannya, anak kemenakan, bahkan anak - anak perempuan muda ataupun cucu-cucu perempuan muda dari raja-raja yang memerintahnya. Pada masa perkembangannya Srimpi adalah tarian klasik dasar yang ditarikan oleh para gadis - gadis Jawa. Di istana kerajaan Srimpi ini biasanya ditampilkan dalam kelompok yang mempunyai jumlah empat orang.
(3) Tari Pendet dari Bali
Tari Pendet ini adalah tari yang berfungsi sebagai penjemput para dewa yang akan datang ke Marcapada dalam upacara odalan. Di Pulau Bali tari ini adalah tari untuk penyambutan para tamu.. ada pintu keluar masuk panggung berbentuk seperti gapura lengkung, yang lantainya dibelakang ketinggiannya berbeda, lebih rendah.
Maka, kesan yang ditimbulkan oleh pintu keluar masuk yang demikian itu seolah-olah para penari tampil menuju panggung yang berasal dari sebuah gua, demikian pula apabila mereka akan keluar meninggalkan pentas, seolah-olah mereka sedang masuk ke dalam gua yang tak bercahaya / gelap.
(4) Tari Panyembrama (Bali)
Tari Panyembrama adalah tarian yang dibawakan oleh empat orang gadis ini merupakan ciptaan dari seorang tokoh Legong keraton I Gusti Raka Saba. Tari ini adalah salah satu variasi dari tari penyambutan yang merupakan awal dari pertunjukan sebagai ungkapan selamat datang. Gaya tariannya sangat feminim, dan sesekali pada bagian akhir dari tari ini para penari menaburkan bunga.
Dikatakan bahwa salah satu khas klasik itu adalah sesuatu yang mengandung nilai keindahan tinggi.
Tari Jawa gaya Yogyakarta adalah salah satu contoh tari klasik, sebab pada tarian tersebut telah tampak dengan jelas adanya pada bentuk - bentuk aturan baku yang sangat mengikat. Jenis geraknya juga sudah ditentukan mulai dari, posisi, komposisi termasuk pada pakaian dan dialognya juha. Dialog dalam drama tari Jawa adalah berupa jenis suara, yaitu tekanan yang tinggi, rendah, keras, serta lembut juga telah ditentukan dan ada standar yang mengikatnya.
Tari Jawa gaya yang Surakarta meskipun masih bisa dikatakan klasik tapi sedikit mendekati romantik. Sebenarnya ada beberapa standar ataupun pola, baik pada bentuk gerak hubungannya dengan komposisi dan pakaian maupun pada dialog, tapi tidak begitu mengikat. Geraknya akan lebih gemulai, pakaiannya lebih gemerlapan cahaya warna dan juga variasinya.
Sedangkan untuk dialognya lebih merupakan ekspresi emosi dari si penari yang lebih bersifat komunikatf.
Berikut ini adalah contoh beberapa tari Klasik yang ada di Indonesia
(1) Tari Bedhaya
Tari Bedhaya adalah tarian untuk wanita yang dibawakan oleh sembilan penari wanita dengan mengenakan busana sama. Tari Bedhaya ini mengisahkan sebuah cerita. Tari Bedhaya pada dahulu merupakan kelengkapan kebesaran pada sebuah keraton, baik keraton Surakarta maupun juga keraton Yogyakarta. Tari Bedhaya yang merupakan pelengkap kebesaran dari seorang raja ini ada satu yang dianggap cukup sakral oleh keraton Surakarta yaitu Bedhaya Ketawang, sedangkan di Yogyakarta adalah Bedhaya Semang.
Dari dua jenis diatas yang paling dianggap sakral adalah Bedhaya Ketawang yang biasa dipertunjukkan pada peringatan hari ulang tahun penobatan Susuhunan di atas tahta.
(2) Tari Srimpi
Semua penari Srimpi ialah gadis-gadis dari keturunan bangsawan, kemenakannya, anak kemenakan, bahkan anak - anak perempuan muda ataupun cucu-cucu perempuan muda dari raja-raja yang memerintahnya. Pada masa perkembangannya Srimpi adalah tarian klasik dasar yang ditarikan oleh para gadis - gadis Jawa. Di istana kerajaan Srimpi ini biasanya ditampilkan dalam kelompok yang mempunyai jumlah empat orang.
(3) Tari Pendet dari Bali
Tari Pendet ini adalah tari yang berfungsi sebagai penjemput para dewa yang akan datang ke Marcapada dalam upacara odalan. Di Pulau Bali tari ini adalah tari untuk penyambutan para tamu.. ada pintu keluar masuk panggung berbentuk seperti gapura lengkung, yang lantainya dibelakang ketinggiannya berbeda, lebih rendah.
Maka, kesan yang ditimbulkan oleh pintu keluar masuk yang demikian itu seolah-olah para penari tampil menuju panggung yang berasal dari sebuah gua, demikian pula apabila mereka akan keluar meninggalkan pentas, seolah-olah mereka sedang masuk ke dalam gua yang tak bercahaya / gelap.
(4) Tari Panyembrama (Bali)
Tari Panyembrama adalah tarian yang dibawakan oleh empat orang gadis ini merupakan ciptaan dari seorang tokoh Legong keraton I Gusti Raka Saba. Tari ini adalah salah satu variasi dari tari penyambutan yang merupakan awal dari pertunjukan sebagai ungkapan selamat datang. Gaya tariannya sangat feminim, dan sesekali pada bagian akhir dari tari ini para penari menaburkan bunga.
Comments
Post a Comment