Skip to main content

Pengaruh Ketinggian Tempat terhadap Persebaran Flora dan Fauna

Pernahkah kamu mendaki sebuah gunung? Aku petnah lho.. Jika kamu belum pernah maka cobalah, tapi harus dengan perencanaan yang matang! Fokuskan kegiatanmu pada pengamatan terhadap kondisi lingkungannya yaitu lihat jenis dan ciri-ciri tanamannya! Amati pula bagaimana perubahan suhu udaranya di beberapa titik ketinggian!

Lalu, Bagaimana Pengaruh Ketinggian Tempat terhadap Persebaran Flora dan Fauna?

Gunung adalah salah satu daerah yang secara mikro bisa kita amati adanya keterkaitan antara ketinggian tempat dengan berbagai jenis flora dan fauna. Di gunung semakin tinggi ke atas maka suhu udaranya semakin turun.

Seorang Ahli klimatologi dari Jerman yang bernama Junghunn membagi beberapa habitat beberapa tanaman di Indonesia berdasarkan suhunya, sehingga telah didapatkan empat penggolongan iklim. Adapun untuk penggolongan iklim menurut Junghunn adalah sebagai berikut.

a. Wilayah yang berudara panas (0 – 600 m dpal).
Suhu wilayah ini adalah pada antara 23,3 ºC – 22 ºC, tanaman yang cocok ditanam pada wilayah ini adalah tanaman kelapa, karet,  tebu, padi, lada, dan tanaman buah-buahan.

b. Wilayah yang berudara sedang (600 – 1.500 m dpal)
Mempunyai suhu tempat antara 22 ºC – 17,1 ºC, tanaman yang cocok ditanam pada wilayah ini adalah tanaman kapas, kopi, coklat, tanaman kina, teh, dan macam-macam sayuran, seperti sayuran kentang, tomat, dan sayur kol.

c. Wilayah yang berudara sejuk (1.500 – 2.500 m dpal)
Suhu wilayah yang ada pada tempat ini antara 17,1 ºC – 11,1 ºC, tanaman yang cocok ditanam dan di budidayakan pada wilayah ini antara lain sayuran, pohon kopi, teh, dan aneka jenis hutan tanaman industri.

d. Wilayah yang berudara dingin (lebih 2.500 m dpal)
Wilayah ini banyak dijumpai tanaman yang berjenis pendek, contohnya:
edelweis.

Naik gunung ya kalau mau lihat edelweis asli yang masih hidup😂.. Saya pandu deh, merapi, merbabu, sumbing, sindoro, ungaran, lawu? Yuk gasss..

Comments

Popular posts from this blog

Tata Penulisan (Lettering) Pada Peta

Seperti apasih Tata Penulisan (Lettering) yang benar dalam peta itu? Pada peta juga terdapat aturan-aturan dalam cara penulisan pada suatu objek-objek geografi. Setidak-tidaknya disini Terdapat empat aturan penulisan dalam peta yang harus kita patuhi, lihatlah pada (Gambar 1.12). Dibawah ini adalah beberapa aturan atau tanda untuk penulisan nama - nama suatu objek dalam peta 1) pada nama-nama ibu kota, negara, benua, dan pegunungan itu haruslah ditulis dengan menggunakan huruf kapital tegak. 2) untuk nama-nama samudra, nama teluk yang luas, laut, dan nama selat yang luas, maka harus ditulis dengan menggunakan huruf kapital miring. 3) untuk nama-nama kota kecil dan gunung haruslah ditulis dengan menggunakan huruf kecil tegak. Pada awal nama kota dan gunung ditulis dengan huruf besar. 4) sedangkan untuk nama-nama perairan seperti sungai, danau, selat yang sempit, dan nama teluk yang sempit juga haruslah ditulis dengan huruf kecil miring. Itulah beberapa aturan penamaa

Ciri - Ciri Tari Primitif

Berikut ini adalah ciri - ciri lengkap tari Primitif di Indonesia. Tari primitif adalah tari yang berkembang di daerah yang saat itu menganut kepercayaan animisme, dan dinamisme. Tari ini merupakan tari yang ditujukan untuk memuja roh para leluhur dan estetika seni. Tari primitif biasanya adalah wujud dan kehendak berupa pernyataan maksud dari permohonan tarian tersebut dilaksanakan. Ciri tari yang ada pada zaman primitif adalah adanya kesederhanaan pada kostum atau pakaian, gerak dan iringan. Tujuan utama dari tarian primitif ini adalah untuk mewujudkan suatu kehendak tertentu, sehingga ekspresi yang dilakukan itu berhubungan dengan permintaan yang diinginkan kepada leluhur. Ciri-ciri tari primitif antara lain adalah:  gerak dan iringannya sangatlah sederhana, yaitu berupa hentakan kaki, tepukan tangan / simbol suara ataupun gerak-gerak saja yang dilakukan tanpa iringan alat musik. • Gerakan dilakukan untuk tujuan tertentu misalnya adalah untuk menirukan gerak binatang karen

Apa itu Teknik Bivalve dan A Cire Perdue?

Bivalve Teknik Bivalve dan A Cire Perdue adalah teknik pencetakan atau pembuatan benda - benda dari logam maupun perunggu. Teknik ini sudah digunakan sejak zaman kebudayaan perunggu. Cara bivalve, adalah teknik yang dilakukan dengan cara menggunakan cetakan batu, yang terdiri atas dua buah bagian dimana diikat menjadi satu. Pada lelehan logam lalu dituangkan, dan kenudian tunggu hingga membeku. Setelah membeku, maka cetakan tersebut bisa dibuka. Kelebihannya adalah alat ini dapat digunakan hingga beberapa kali. Cara a cire perdue atau cara tuangan lilin, adalah teknik membuat model suatu benda dari lilin yang kemudian dibungkus menggunakan tanah liat dan pada bagian atasnya diberi sebuah lubang, kemudian dibakar sehingga membuat lapisan lilin di dalamnya akan meleleh dan keluar melalui lubang. Dari bagian lubang itu juga dituangkan dengan lelehan logam sampai penuh. Setelah logam lelehan membeku, kemudian model dari tanah liat dipecahkan dan hasil cetakan dari logam b